Cerita Nabi Adam Nabi
Idris Dan Nabi Nuh
Cerita Nabi Adam AS
Setelah Allah SWT
menciptakan bumi dengan gunung-gunungnya, laut-lautannya dan tumbuh –
tumbuhannya, menciptakan langit dengan mataharinya, bulan dan
bintang-bintangnya yang bergemerlapan menciptakan malaikat-malaikatnya ialah
sejenis makhluk halus yang diciptakan untuk beribadah menjadi perantara antara
Zat Yang Maha Kuasa dengan hamba-hamba terutama para rasul dan nabinya maka
tibalah kehendak Allah SWT untuk menciptakan sejenis makhluk lain yang akan
menghuni dan mengisi bumi memeliharanya menikmati tumbuh-tumbuhannya, mengelola
kekayaan yang terpendam di dalamnya dan berkembang biak turun-temurun
waris-mewarisi sepanjang masa yang telah ditakdirkan baginya.
Para malaikat ketika
diberitahukan oleh Allah SWT akan kehendak-Nya menciptakan makhluk lain itu,
mereka khawatir kalau-kalau kehendak Allah menciptakan makhluk yang lain itu,
disebabkan kelalaian mereka dalam ibadah dan menjalankan tugas atau karena
pelanggaran yang mereka lakukan tanpa disadari. Berkata mereka kepada Allah SWT
: “Wahai Tuhan kami!Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami,
padahal kami selalu bertasbih, bertahmid, melakukan ibadah dan mengagungkan
nama-Mu tanpa henti-hentinya, sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan
turunkan ke bumi itu, niscaya akan bertengkar satu dengan lain, akan saling
bunuh-membunuh berebutan menguasai kekayaan alam yang terlihat diatasnya dan
terpendam di dalamnya, sehingga akan terjadilah kerusakan dan kehancuran di
atas bumi yang Tuhan ciptakan itu.”
Allah berfirman,
menghilangkan kekhawatiran para malaikat itu:
“Aku mengetahui apa yang
kamu tidak ketahui dan Aku sendirilah yang mengetahui hikmat penguasaan Bani
Adam atas bumi-Ku.Bila Aku telah menciptakannya dan meniupkan roh kepada
nya,bersujudlah kamu di hadapan makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan
sebagai sujud ibadah,karena Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada
sesama makhluk-Nya.”
Kemudian diciptakanlah
Adam oleh Allah SWT dari segumpal tanah liat, kering dan lumpur hitam yang
berbentuk. Setelah disempurnakan bentuknya ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke
dalamnya dan berdirilah ia tegak menjadi manusia yang sempurna.
Iblis membangkang dan
enggan mematuhi perintah Allah seperti para malaikat yang lain, yang segera
bersujud di hadapan Adam sebagai penghormatan bagi makhluk Allah yang akan
diberi amanat menguasai bumi dengan segala apa yang hidup dan tumbuh di atasnya
serta yang terpendam di dalamnya. Iblis merasa dirinya lebih mulia, lebih utama
dan lebih agung dari Adam, karena ia diciptakan dari unsur api, sedang Adam
dari tanah dan lumpur. Kebanggaannya dengan asal usulnya menjadikan ia sombong
dan merasa rendah untuk bersujud menghormati Adam seperti para malaikat yang
lain, walaupun diperintah oleh Allah.
Tuhan bertanya kepada
Iblis : “Apakah yang mencegahmu sujud menghormati sesuatu yang telah Aku
ciptakan dengan tangan-Ku?”
Iblis menjawab : “Aku
adalah lebih mulia dan lebih unggul dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan
menciptakannya dari lumpur.”
Karena kesombongan, kecongkakan
dan pembangkangannya melakukan sujud yang diperintahkan, maka Allah menghukum
Iblis dengan mengusir dari syurga dan mengeluarkannya dari barisan malaikat
dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari
kiamat. Di samping itu ia dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Iblis dengan sombongnya
menerima dengan baik hukuman Tuhan itu dan ia hanya mohon agar kepadanya diberi
kesempatan untuk hidup kekal hingga hari kebangkitan kembali di hari kiamat.
Allah meluluskan permohonannya dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan,
tidak berterima kasih dan bersyukur atas pemberian jaminan itu, bahkan
sebaliknya ia mengancam akan menyesatkan Adam, sebagai sebab terusirnya dia
dari syurga dan dikeluarkannya dari barisan malaikat, dan akan mendatangi
anak-anak keturunannya dari segala sudut untuk memujuk mereka meninggalkan
jalan yang lurus dan bersamanya menempuh jalan yang sesat, mengajak mereka
melakukan maksiat dan hal-hal yang terlarang, menggoda mereka supaya melalaikan
perintah-perintah agama dan mempengaruhi mereka agar tidak bersyukur dan
beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman
kepada Iblis yang terkutuk itu:
“Pergilah engkau bersama
pengikut-pengikutmu yang semuanya akan menjadi isi neraka Jahanam dan bahan
bakar neraka. Engkau tidak akan berdaya menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah
beriman kepada Ku dengan sepenuh hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang
tidak akan tergoyah oleh rayuanmu walaupun engkau menggunakan segala
kepandaianmu menghasut dan memfitnah.”
Allah hendak menghilangkan
anggapan rendah para malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan
kebenaran hikmat-Nya menunjuk Adam sebagai penguasa bumi, maka diajarkanlah
kepada Adam nama-nama benda yang berada di alam semesta, kemudian
diperagakanlah benda-benda itu di depan para malaikat seraya: “Cobalah sebutkan
bagi-Ku nama benda-benda itu, jika kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih
mengerti dari Adam.”
Para malaikat tidak
berdaya memenuhi tentangan Allah untuk menyebut nama-nama benda yang berada di
depan mereka.Mereka mengakui ketidak-sanggupan mereka dengan berkata : “Maha
Agung Engkau! Sesungguhnya kami tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu
kecuali apa yang Tuhan ajakan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
Adam lalu diperintahkan
oleh Allah untuk memberitahukan nama-nama itu kepada para malaikat dan setelah
diberitahukan oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka : “Bukankah Aku telah
katakan padamu bahawa Aku mengetahui rahsia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”
Adam diberi tempat oleh
Allah di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya dan menjadi
teman hidupnya, menghilangkan rasa kesepiannya dan melengkapi keperluan
fitrahnya untuk mengembangkan keturunan. Menurut cerita para ulama Hawa
diciptakan oleh Allah dari salah satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri
diwaktu ia masih tidur sehingga ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada
di sampingnya. ia ditanya oleh malaikat : “Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk
yang berada di sampingmu itu?”
Berkatalah Adam : “Seorang
perempuan.”Sesuai dengan fitrah yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya”. ”
Siapa namanya? “ tanya malaikat lagi. “Hawa”, jawab Adam. “Untuk apa Tuhan
menciptakan makhluk ini?” ,tanya malaikat lagi.
Adam menjawab : “Untuk
mendampingiku,memberi kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai
dengan kehendak Allah.”
Allah berpesan kepada Adam
: “Tinggallah engkau bersama isterimu di syurga,rasakanlah kenikmatan yang
berlimpah-limpah didalamnya, rasailah dan makanlah buah-buahan yang lazat yang
terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan sekehendak nasfumu. Kamu tidak akan
mengalami atau merasa lapar, dahaga ataupun letih selama kamu berada di
dalamnya. Akan tetapi Aku ingatkan janganlah makan buah dari pohon ini yang
akan menyebabkan kamu celaka dan termasuk orang-orang yang zalim. Ketahuilah
bahawa Iblis itu adalah musuhmu dan musuh isterimu,ia akan berusaha membujuk
kamu dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga hilanglah kebahagiaan yang
kamu sedang nikmat ini.”
Sesuai
dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh allah dari Syurga akibat
pembangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri hati dan dengki terhadap Adam
yang menjadi sebab sampai ia terkutuk dan terlaknat selama-lamanya tersingkir
dari singgahsana kebesarannya.Iblis mulai menunjukkan rancangan penyesatannya
kepada Adam dan Hawa yang sedang hidup berdua di syurga yang tenteram, damai
dan bahagia.
Ia
menyatakan kepada mereka bahawa ia adalah kawan mereka dan ingin memberi
nasihat dan petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan kebahagiaan mereka.Segala
cara dan kata-kata halus digunakan oleh Iblis untuk mendapatkan kepercayaan
Adam dan Hawa bahawa ia betul-betul jujur dalam nasihat dan petunjuknya kepada
mereka.Ia membisikan kepada mereka bahwa.larangan Tuhan kepada mereka memakan
buah-buah yang ditunjuk itu adalah karena dengan memakan buah itu mereka akan
menjelma menjadi malaikat dan akan hidup kekal.Diulang-ulangilah bujukannya
dengan menunjukkan akan harumnya bau pohon yang dilarang indah bentuk buahnya
dan lazat rasanya.Sehingga pada akhirnya termakanlah bujukan yang halus itu
oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.
Allah
mencela perbuatan mereka itu dan berfirman yang bermaksud: "Tidakkah Aku
mencegah kamu mendekati pohon itu dan memakan dari buahnya dan tidakkah Aku
telah ingatkan kamu bahawa syaitan itu adalah musuhmu yang nyata."
Adam
dan Hawa mendengar firman Allah itu sedarlah ia bahawa mereka telah terlanggar
perintah Allah dan bahawa mereka telah melakukan suatu kesalahan dan dosa
besar.Seraya menyesal berkatalah mereka:"Wahai Tuhan kami! Kami telah
menganiaya diri kami sendiri dan telah melanggar perintah-Mu karena terkena
bujukan Iblis.Ampunilah dosa kami karena nescaya kami akan tergolong
orang-orang yang rugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami."
Cerita Nabi Idris AS
Beliau keturunan ketujuh
dari Nabi Adam AS. Meskipun demikian ia menjadi Nabi dan Rasul kedua setelah
Nabi Adam AS. Nabi Idris AS memimpin ummat yang masih termasuk keturunan Qobil.
Ummat ini pada waktu itu banyak yang rusak akhlaknya, sehingga Allah SWT
menunjuk Nabi Idris AS sebagai Nabi dan Rasul-Nya.
Allah pun memberikan
mukjizat kepadanya berupa kepandaian di segala bidang. Diantara mukjizat Nabi
Idris adalah sebagai berikut:
1. Hebat dalam menunggang
kuda. Pada waktu itu sedikit orang yang dapat menunggang kuda.
2. Dapat menulis. Pada
waktu itu tidak ada ummatnya yang dapat menulis.
3. Dapat menjahit pakaian.
Pada waktu itu, belum ada yang mampu menjahit pakaian.
Nabi Idris mendapat kitab
dari Allah SWT sebanyak 30 Shohifah. Dalam kitab ini berisi ajaran kebenaran
seperti halnya AL Qur’an. Kitab itu merupakan petunjuk yang disampaikan kepada
ummatnya. Sehingga ummatnya yang sudah rusak akhlaknya sedikit demi sedikit
kembali ke jalan yang benar.
Nabi Idris AS juga
mendapat gelar “Asadul Usud” yang berarti Singa karena beliau tidak pernah
berputus asa dalam menjalan tugasnya sebagai seorang Nabi. Ia tidak pernah
takut menghadapi ummatnya yang kafir. Meskipun demikian ia tidak pernah
sombong. Ia bersifat pema’af.
Tidak banyak keterangan
yang didapati tentang kisah Nabi Idris di dalam Al-Quran maupun dalam
kitab-kitab Tafsir dan kitab-kitab sejarah nabi-nabi. Di dalam Al-Quran hanya
terdpt dua ayat tentang Nabi Idris iaitu dalam surah Maryam ayat 56 dan 57:
“Dan ceritakanlah { hai
Muhammad kepada mereka , kisah } Idris yang terdpt tersebut di dalam Al-Quran.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. 57 –
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” { Maryam : 56 – 57 }
Nabi Idris adalah
keturunan keenam dari Nabi Adam putera dari Yarid bin Mihla’iel bin Qinan bin
Anusy bin Syith bin Adam A.S. dan adalah keturunan pertama yang dikurniai
kenabian menjadi Nabi setelah Adam dan Syith. Nabi Idris menurut sementara
riwayat bermukim di Mesir di mana ia berdakwah untuk agama Allah mengajarkan
tauhid dan beribadat menyembah Allah serta memberi beberapa pendoman hidup bagi
pengikut-pengikutnya agar selamat dari siksaan di akhirat dan kehancuran serta
kebinasaan di dunia. Ia hidup sampai usia 82 tahun.
Diantara beberapa nasihat
dan kata-kata mutiaranya ialah :
1. Kesabaran yang disertai
iman kepada Allah membawa kemenangan.
2. Orang yang bahagia
ialah orang yang berwaspada dan mengharapkan syafaat dari Tuhannya dengan
amal-amal solehnya.
3. Bila kamu memohon
sesuatu kepada Allah dan berdoa maka ikhlaskanlah niatmu demikian pula puasa
dan solatmu.
4. Janganlah bersumpah
dalam keadaan kamu berdusta dan janganlah menuntup sumpah dari orang yang
berdusta agar kamu tidak menyekutui mereka dalam dosa.
5. Taatlah kepada
raja-rajamu dan tunduklah kepada pembesar-pembesarmu serta penuhilah selalu
mulut-mulutmu dengan ucapan syukur dan puji kepada Allah.
6. Janganlah iri hati kepada
orang-orang yang baik nasibnya, karena mereka tidak akan banyak dan lama
menikmati kebaikan nasibnya.
7. Barang siapa melampaui
kesederhanaan tidak sesuatu pun akan memuaskannya.
8. Tanpa membagi-bagikan
nikmat yang diperolehnya seorang tidak dpt bersyukur kepada Allah atas
nikmat-nikmat yang diperolehinya itu.
Dalam hubungan dengan
firman Allah bahawa Nabi Idris diangkat kemartabat tinggi Ibnu Abi Hatim dalam
tafsirnya meriwayatkan bahawa Nabi Idris wafat tatkala berada di langit keempat
dibawa oleh seorang Malaikat Wallahu a’alam bissawab
Kisah Nabi Idris AS
Melihat Surga dan Neraka
Setiap hari Malaikat
Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris
mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah,
lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.
Setelah Malaikat Izrael
memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin
dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa
ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.
“Terus terang, saya takut
sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal
setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.
Waktu mereka sampai ke
dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang
sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada
Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan
yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan,
tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan tubuh lemas Nabi
Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi
Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan,
Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.
Wajah Malaikat Ridwan
selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya.
Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga
untuk memasuki tempat yang mulia itu.
Waktu melihat isi surga,
Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya
begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata
melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…”
ucap Nabi Idris beulang-ulang.
Nabi Idris melihat
sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat
pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana
pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya
segar, ranum dan harum.
Waktu berkeliling di sana,
Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik
jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan
berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin
minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan
segar sekali.”
“Silahkan minum, inilah
minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan
gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun
minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang
begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman
selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap
syukur berulang-ulang.
Setelah puas melihat
surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia
tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan
surga Allah.
“Saya tidak mau keluar
dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,”
kata Nabi Idris.
“Tuan boleh tinggal di
sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru
tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,”
kata Izrael.
“Tapi Allah itu Maha
Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat
yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni
surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris
berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan ceritakanlah Idris di
dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan
seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS
Al-Anbiya:85-86).
Pada saat Nabi Muhammad
sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris.
“Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu
itu.
“Inilah Idris,” jawab
Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an
Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57
Cerita Nabi Nuh AS
Setelah beberapa tahun
dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan
pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka
bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi
Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan,
meskipun kali ini terulang secara berbeda.
Sebelum lahirnya kaum Nabi
Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek kaum Nabi Nuh. Mereka hidup
selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd,
Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat
patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai
peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang
memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak
itu mati, dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng
dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahwa
patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.
Di sinilah iblis
memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahwa
berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan
menolak bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu. Kami
tidak mengetahui sumber yang terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk
kehidupan ketika penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami
mengetahui hukum umum yang tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung
kepada syirik. Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal
manusia akan kalah, serta akan meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang
yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Alhasil, kehidupan manusia
semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian ini pasti terjadi
ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu berhala dari
batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem,
mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang
menjamin persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah
SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang
bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada seorang yang mengklaim,
atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang ketuhanan maka manusia akan
binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka sepenuhnya.
Penyembahan kepada selain
Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat menghilangkan
kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal manusia dan dapat
mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan
menjadikan akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan
ilmu yang paling penting adalah kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai
Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar
pertama yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika akal manusia
kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT maka manusia akan
tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara materi karena
ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada
Allah SWT, namun kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan
kepada Allah SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun,
karena ia pada akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia
menyembah selain Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan
kefakiran manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran
mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:
"Seandainya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)
Demikianlah, bahwa kufur
kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan hilangnya kebebasan
dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari
tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk
membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya
tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah
SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Nuh membuat revolusi
pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia
terbesar di zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan
penguasa mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita
mengetahui bahwa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan,
dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina.
Namun kebesaran terletak
pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal untuk mengubah
kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih dari itu.
Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan
Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom.
Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada
manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di
antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada
juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling
dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah
kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.
Terdapat sebab lain
berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum,
atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah
SWT dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya.
Oleh karena itu, Allah SWT berkata tentang Nuh:
"Sesungguhnya dia
adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)
Allah SWT memilih
hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh
keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:
"Wahai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya
(kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang
besar. " (QS. al-A'raf: 59)
Dengan kalimat yang
singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan
hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah.
Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang
besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang besar.
Nabi Nuh menjelaskan
kepada kaumnya bahwa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai
Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahwa setan telah lama menipu
mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan
kepada mereka, bahwa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan
mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia
mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup
mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di
situ ada seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun.
Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk
menyelamatkannya.
Akar-akar kejahatan yang
ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam
dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh,
kaumnya terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang
fakir, dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan
dakwah Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang
kaya, orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi
Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka
mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka menuduh
bahwa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka:
"Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai)
seorang manusia (biasa) seperti kami.'" (QS. Hud: 27)
Dalam tafsir al-Quturbi
disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah para pembesar dari
kaumnya. Mereka dikatakan al-Mala' karena mereka seringkali berkata. Misalnya
mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia
biasa." Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahwa ia memang manusia biasa.
Allah SWT mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi karena bumi dihuni oleh
manusia. Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat niscaya Allah SWT mengutus
seorang rasul dari malaikat.
Berlanjutlah peperangan
antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula-mula, rezim penguasa menganggap
bahwa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat
bahwa dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan
pekerja-pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini.
Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya:
"Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang-orang lemah
serta orang-orang hina."
Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah
pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain
Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang
sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya:
'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti
kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan
orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami
tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami
yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)
Demikianlah telah
berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari kaumnya.
Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata
kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman
kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah
kaum bangsawan dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau
menggabungkan kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh
mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la
mengetahui bahwa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan
baik.
Ia memberitahukan kepada
kaumnya bahwa ia tidak dapat mengusir orang-orang mukmin, karena mereka
bukanlah tamu-tamunya namun mereka adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan
terletak dalam rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang yang
dikehendakinya dan terusir darinya orang-orang yang dikehendakinya, tetapi
rahmat terletak dalam rumah Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang
dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Berkata Nuh: 'Hai
kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku,
dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu.
Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan
(dia berkata):
'Hai kaumku, aku tidak
meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah
dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah
beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku
memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku,
siapakah yang dapat menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka
tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu
(bahwa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku
tidak mengetahui hal yang gaib, dan tidak pula aku mengatakan: 'Sesungguhnya
aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang
dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan
kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada mereka.
Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang
lalim.'" (QS. Hud: 28-31)
Nuh mematahkan semua
argumentasi orang-orang kafir dengan logika para nabi yang mulia. Yaitu, logika
pemikiran yang sunyi dari kesombongan pribadi dan kepentingan-kepentingan
khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahwa Allah SWT telah memberinya agama,
kenabian, dan rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah
SWT kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa
yang disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain
Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada mereka
bahwa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta
harta dari mereka sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya
mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT.
Allahlah yang memberi
pahala kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada mereka bahwa ia tidak dapat
mengusir orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia
memiliki keterbatasan dan keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak
baginya untuk mengusir orang-orang yang beriman karena dua alasan. Bahwa mereka
akan bertemu dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana
ia akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia
mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT.
Ini berakibat pada
pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa
pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa
Allah SWT seandainya ia mengusir mereka?
Demikianlah Nabi Nuh
menunjukkan bahwa permintaan kaumnya agar ia mengusir orang-orang mukmin adalah
tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahwa ia tidak dapat
melakukan sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan
kerendahannya dan kepatuhannya kepada Allah SWT.
Ia tidak dapat melakukan
sesuatu yang merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian
nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui
ilmu gaib, karena ilmu gaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga
memberitahukan kepada mereka bahwa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya
bukan seperti kedudukan para malaikat. Sebagian ulama berargumentasi dari ayat
ini bahwa para malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir
Qurthubi).
Nabi Nuh berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang sebelah mata, dan
kalian hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu, sesungguhnya
pahala mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya penghinaan
kalian terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada
dalam diri mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah
menganiaya diriku sendiri seandainya aku mengatakan bahwa Allah tidak
memberikan kebaikan kepada mereka."
Kemudian rezim penguasa
mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT
menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:
"Mereka berkata: 'Hai
Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang
kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh
menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia
menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah
bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu,
sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah
kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)
Nabi Nuh menambahkan bahwa
mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi sebab terjadinya
segala sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar
mereka dan kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:
"Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)
Secara zahir tampak bahwa
makna ungkapan itu berarti Allahlah yang menyesatkannya, padahal hakikatnya
adalah bahwa Allah SWT telah memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta
pertanggungjawabannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al-Qadhariyah,
al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahwa keinginan manusia cukup
sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan.
Karena bagi mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia
tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak.
Kami berpendapat bahwa manusia memang menciptakan perbuatannya namun ia
membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya.
Alhasil, Allah SWT
mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik pengarahann
itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia
memilih dengan kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju
pilihannya itu. Iblis memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengerahkan jalan
kesesatan itu padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih
jalan yang sama maka Allah pun mengerahkan jalan itu pada mereka.
Peperangan pun berlanjut,
dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin melebar, sehingga
ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka tidak dapat
mengatakan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan
berani mengejek Nabi Allah.
"Pemuka-pemuka dari
kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang
nyata." (QS. al-A'raf: 60)
Nabi Nuh menjawab dengan
menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.
"Nuh menjawab: 'Hai
kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari
Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku
memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu
ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62)
Nabi Nuh tetap melanjutkan
dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun
demi tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak
kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia
menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di
dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, mereka
lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT mengampuni
mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka
menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa yang
dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku
itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap
kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak
jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka
tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan,
kemudian aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam,
maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)
Namun apa jawaban kaumnya?
"Nuh berkata: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti
orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan
kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka
berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa,
yaghuts, yauq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan
(manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain
kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-24)
Nuh tetap melanjutkan
dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:
"Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu
tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. aPAnkabut: 14)
Sayangnya, jumlah kaum
mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh
sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la senantiasa mengajak
kaumnya dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan
kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap
kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950
tahun. Tampak bahwa usia manusia sebelum datangnya topan cukup panjang. Dan
barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.
Datanglah hari di mana
Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa orang-orang yang beriman dari
kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak
bersedih atas tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar
orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:
"Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas
bumi." (QS. Nuh: 26)
Nabi Nuh membenarkan
doanya dengan alasan:
"Sesungguhnya jika
Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu,
dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir.
" (QS. Nuh: 27)
Allah SWT berfirman dalam
surah Hud:
"Dan diwahyukan
kepada Nuh, bahwasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu,
kecuali orang-orang yang telah beriman saja, karena itu janganlah kamu bersedih
hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
(QS. Hud: 36-37)
Kemudian Allah SWT
menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin topan. Allah
SWT memberitahu Nuh, bahwa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan
Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya,
serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.
Allah SWT menetapkan
perintah-Nya kepada Nuh:
"Dan janganlah kamu
bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka
itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)
Allah SWT menenggelamkan
orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun kedekatan mereka
dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau
menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu darinya.
Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai
merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.
Para mufasir berbeda
pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa pembuatannya, tempat pembuatannya
dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata:
"Ketahuilah bahwa pembahasan ini tidak menarik bagiku karena ia merupakan
hal-hal yang tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya
mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati
Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak
mengetahui hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan
kepada kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat,
berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui selain
tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.
Allah SWT tidak memberikan
keterangan secara detail berkenaan dengan hal tersebut yang tidak memberikan
kepentingan pada kandungan cerita dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai
membangun perahu, lalu orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam
keadaan serius membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di
sana tidak terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan
berlayar wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang
memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang
kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.
Puncak pertentangan dalam
kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup
lama menertawakan kebenaran. Mereka menganggap bahwa dunia adalah milik mereka
dan bahwa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahwa siksa tidak akan
terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin topan
menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin
mengejek balik orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT
berfirman:
"Dan mulailah Nuh
membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh,
mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya
kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu
akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang
akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38-39)
Selesailah pembuatan
perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi
Nuh bahwa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya
angin topan. Di sebutkan bahwa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk
memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan
ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada
suatu hari tannur itu mulai menunjukkan tanda-tandanya dari dalam rumah Nabi
Nuh, lalu Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin
untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas,
binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam
perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.
Jibril menggiring setiap
dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang tidak punah dari
muka bumi. Ini berarti bahwa angin topan telah menenggelamkan bumi semuanya,
kalau tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang
itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang
beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT
berfirman:
"Hingga apabila
perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman:
'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan
dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya
dan (muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh
itu kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40)
Istri Nabi Nuh tidak
beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah satu anaknya
menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan
ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman
sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi
lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari
kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."
Air mulai meninggi yang
keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air
darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum
pernah turun hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan
seperti itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja
dan menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga
bola bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola
air. Allah SWT berfirman:
"Maka Kami bukakan
pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi
memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan
yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang
terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)
Air meninggi di atas
kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung.
Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang topan,
Nabi Nuh memanggil-manggil putranya. Putranya itu berdiri agak jauh darinya.
Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:
"Hai anakku, naiklah
(ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang
kafir." (QS. Hud: 42)
Anak itu menjawab ajakan
ayahnya:
"Aku akan mencari
perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud:
43)
Nabi Nuh kembali
menyerunya:
"Tidak add yang
melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya. "
(QS. Hud: 43)
Selesailah dialog antara
Nabi Nuh dan anaknya.
"Dan gelombang
menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang
yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)
Perhatikanlah ungkapan
AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Ombak
tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati
anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan
meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain
air. Allah SWT berkehendak—sebagai rahmat dari-Nya—untuk menenggelamkan si anak
jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah.
Anak Nabi Nuh mengira bahwa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia
pun terkejar dan tenggelam. Angin topan terus berlanjut dan terus membawa
perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi
yang telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebagian kayu yang darinya
Nabi Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu
juga berbagai binatang yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi
kita untuk membayangkan kedahsyatan topan itu. Yang jelas, ia menunjukkan
kekuasaan Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana
gunung. Sebagian ilmuwan meyakini bahwa terpisahnya beberapa benua dan
terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari topan
yang dahulu.
Topan yang dialami oleh
Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak dapat
mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan
hujannya dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu
perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang
mengatakan bahwa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya
perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. Topan telah
menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:
"Dan difirmankan:
'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun
disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas
bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud:
44)
Dan air pun disurutkan,
yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan telah
diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan bahwa Allah
SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun sebelum datangnya
topan, karena itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.
Firman-Nya: Dan bahtera
itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya. Di sebutkan
bahwa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan
Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya
untuk berpuasa juga.
Dikatakan: 'Binasalah
orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. Topan menyucikan bumi
dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang mengerikan dengan
lenyapnya topan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia
mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahwa
anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahwa anaknya sebagai seorang mukmin yang
memilih untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun
ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya.
Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bagian keimanan yang ada pada anaknya.
Lalu bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:
"Dan Nuh berseru
kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk
keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya. " (QS. Hud: 45)
Nuh ingin berkata kepada
Allah SWT bahwa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia
menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata
dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:
"Hai Nuh,
sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku
memperingatkan kepa-damu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak
berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)
Al-Qurthubi
berkata—menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama—ini adalah pendapat yang
kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan dalam
dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya:
"Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali karena ia memang
menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran
orang-orang kafir kemudian ia meminta agar sebagian mereka diselamatkan."
Anaknya menyembunyikan
kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT memberitahukan kepada Nuh
ilmu gaib yang khusus dimiliki-Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan
sebenarnya dari anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya agar jangan sampai ia
menjadi orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya
anggapan bahwa anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.
Di sana terdapat pelajaran
penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang menceritakan kisah
Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia
bahwa anaknya bukan termasuk keluarganya karena ia tidak beriman kepada Allah
SWT. Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang
nabi adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi,
dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika
demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus
di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak
benar jika hubungan sesama mereka dibangun berdasarkan darah, ras, warna kulit,
atau tempat tinggal.
Nabi Nuh memohon ampun
kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT merahmatinya dan
memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan
dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:
"Nuh berkata: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau
sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak
memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh mbelas kasihan kepadaku, niscaya
aku akan termasuk orang-orang yang merugi. " (QS. Hud: 47)
"Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari
Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'"
(QS. Hud: 48)
Nabi Nuh turun dari
perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas sehingga
mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orangorang mukmin juga tumn. Nabi Nuh
meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah karena
pengaruh topan. Nabi Nuh bangkit setelah salatnya dan menggali pondasi untuk
membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat
menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilinginya. Menyalakan api sebelumnya di
larang di dalam perahu karena dikhawatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan
membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang memakan makanan yang hangat
selama masa topan.
Berlalulah hari puasa
sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi menceritakan kisah
Nabi Nuh setelah topan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana peristiwa yang
dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita
tegaskan bahwa Nabi Nuh mewasiatkan kepada putra-putranya saat ia meninggal
agar mereka hanya menyembah Allah SWT.
Jika sahabat menyukai
artikel/postingan ini, jangan lupa like yaahh.. :)