Kamis, 21 Januari 2016

Penggunaan Both - Either - Neither

Both - Either - Neither

A. Both Either Neither digunakan untuk membicarakan dua benda baik itu benda mati maupun hidup.

Both

Both digunakan untuk membicarakan dua benda dan bermakna kedua-duanya atau bermakna positif. Perhatikan contoh di bawah ini:

Alex has two children. Both are married. (Both = the two children)
(Alex mempunyai dua orang anak. Kedua-duanya sudah menikah.)

Kata “both” di atas menerangkan kata “two children”. kita ketahui dari kalimat tersebut bahwa Alex mempunyai dua anak dan kedua-duanya sama-sama sudah menikah.

A: You want tea or coffee? (Kamu mau teh atau kopi?)
B: Both (Kedua-duanya)

Either

Kita bisa menggunakan “either” untuk menyatakan salah satu di antara dua.
Contoh:

Would you like tea or coffee? You can have either. (either = tea or coffee)

Pada kalimat di atas terdapat kata “either” yang menyatakan salah satu “teh atau kopi”. Jadi jika kita menggunakan “either” menyatakan salah satu di antara dua hal atau benda. There were two pictures on the wall. I don’t like either. Pada kalimat di atas terdapat makna bahwa ada dua gambar di dinding. Kemudian “I don’t like either” menyatakan bahwa si subject tidak menyukai salah satu dari dua lukisan itu. Berarti di antara dua lukisan itu si subject memyukai 1 lukisan saja dan lukisan yang ke dua tidak disukai oleh si subjek.

Neither

Neither mengandung makna tidak kedua-duanya atau tak satupun.
Contoh:

A: Do you want to go to the cinema or the zoo? (Anda mau pergi ke bioskop atau kebun binatang?)
B: Neither. I want to stay at home. (Tak satupun. Saya ingin dirumah saja.)

Pada contoh di atas, A menanyakan kepada B apakah dia ingin pergi ke bioskop atau kebun binatang. Kemudian B berkata “Neither” yang mengandung arti B tidak ingin pergi ke kedua tempat itu, ia tidak mau pergi ke bioskop ataupun ke kebun binatang. Jadi neither mengandung makna tak satupun.
Contoh lain:

Neither man uses hat.

Kalimat ini menyatakan bahwa ada dua orang laki-laki dan tak satupun dari mereka yang menggunakan topi.

B: Either/neither/both + Noun

Both + Plural noun
Either / neither + singular noun

Jika kita ingin meletakkan kata benda / noun setelah “both” maka kata benda tersebut haruslah berbentuk jamak / plural. Jika kita ingin meletakkan kata benda setelah either / neither maka haruslah berbentuk singular noun atau tunggal.

Contoh:

Last year I went to Padang and Medan. Both cities are wonderful.
Fist I worked in an office, and later in a shop. Neither job was nice.
Neither man uses hat.

Note:

Setelah both/either/neither bisa juga diletakkan “of” contoh:

Neither of my parents is British.
I haven’t read either of these books.
Both of them are handsome.

Apabila menggunakan “of” setelah either / neither maka anda boleh meletakkan plural noun setelahnya seperti contoh di atas.

Sumber: http://belajarbahasainggrisonlinegratis.blogspot.co.id/2013/03/both-either-neither.html?m=1

Senin, 18 Januari 2016

Kumpulan Puisi Amir Hamzah

Lahir 28 Februari 1911 di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, terbunuh dalam revolusi sosial 16maret 1946 di Langkat, Sumatera Utara.

Pendidikannya: tamat HIS (sekolah anak-anak Indonesia dengan bahasa pengantara bahasa Belanda), lalu ke Medan dan ke Jakarta (mungkin 1928) sekolah di Sekolah lanjutan Pertama Kristen (2 tahun), kemudian belajar di Sekolah Lanjutan Atas Solo, Jawa Tengah (mungkin antara 1929-1932). Kembali ke Jakarta, masuk Sekolah Tinggi Hukum, sampai lulus sarjana muda, tapi tidak tamat.

Selama di Jawa, dia aktif dalam kegiatan-kegiatan kebangsaan. Dengan S. Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane, Amir Hamzah mendirikan majalah Pujangga Baru. Tapi dia dipanggil pulang oleh pamannya, Sultan langkat – orang yang membiayai pendidikan Amir – dan diambil menantu.

Bukunya yang sudah terbit: Nyanyian Sunyi (1937), Buah Rindu (1941), Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-tokohnya (1941), dan Esei dan Prosa (1982). Terjemahannya: Bhagawad Gita (dimuat dalam Pujangga Baru,1933-1934) dan Setanggi Timur (terjemahan puisi Jepang, Arab,India, Persia dll., 1939). Berbagai karangannya yang tersebar dihimpun H.B. Jassin dalam Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1963).

Sejumlah puisnya ada dalam antologi Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963) susunan H.B. Jassin. Amir Hamzah dikenal sebagai tokoh penting pada masa Pujangga baru dalam sastra Indonesia.

ASTANA RELA 

Tiada bersua dalam dunia
tiada mengapa hatiku sayang
tiada dunia tempat selama
layangkan angan meninggi awan

Jangan percaya hembusan cedera
berkata tiada hanya dunia
tilikkan tajam mata kepala
sungkumkan sujud hati sanubari

Mula segala tiada ada
pertengahan masa kita bersua
ketika tiga bercerai ramai
di waktu tertentu berpandang terang

Kalau kekasihmu hasratkan dikau
restu sempana memangku daku
tiba masa kita berdua
berkaca bahagia di air mengalir

Bersama kita mematah buah
sempana kerja di muka dunia
bunga cerca melayu lipu
hanya bahagia tersenyum harum

Di situ baru kita berdua
sama merasa, sama membaca
tulisan cuaca rangkaian mutiara
di mahkota gapura astana rela.

HARI MENUAI 

Lamanya sudah tiada bertemu
tiada kedengaran suatu apa
tiada tempat duduk bertanya
tiada teman kawan berberita

Lipu aku diharu sendu
samar sapur cuaca mata
sesak sempit gelanggang dada
senak terhentak raga kecewa

Hibuk mengamuk hati tergari
melolong meraung menyentak rentak
membuang merangsang segala petua
tiada percaya pada siapa

Kutilik diriku kuselam tahunku
timbul terasa terpancar terang
istiwa lama merekah terang
merona rawan membunga sedan

Tahu aku
kini hari menuai api
mengetam ancam membelam redam
ditulis dilukis jari tanganku.

SUBUH 

Kalau subuh kedengaran tabuh
semua sepi sunyi sekali
bulan seorang tertawa terang
bintang mutiara bermain cahaya

Terjaga aku tersentak duduk
terdengar irama panggilan jaya
naik gembira meremang roma
terlihat panji terkibar di muka

Seketika teralpa;
masuk bisik hembusan setan
meredakan darah debur gemuruh
menjatuhkan kelopak mata terbuka

Terbaring badanku tiada berkuasa
tertutup mataku berat semata
terbuka layar gelanggang angan
terulik hatiku di dalam kelam

Tetapi hatiku, hatiku kecil
tiada terlayang di awang dendang
menanggis ia bersuara seni
ibakan panji tiada terdiri.

INSAF

Segala kupinta tiada kauberi
segala kutanya tiada kausahuti
butalah aku terdiri sendiri
penuntun tiada memimpin jari

Maju mundur tiada terdaya
sempit bumi dunia raya
runtuh ripuk astana cuaca
kureka gembira di lapangan dada

Buta tuli bisu kelu
tertahan aku di muka dewala
tertegun aku di jalan buntu
tertebas putus sutera sempana

Besar benar salah arahku
hampir tertahan tumpah berkahmu
hampir tertutup pintu restu
gapura rahsia jalan bertemu

Insaf diriku dera durhaka
gugur tersungkur merenang mata;
samar terdengar suwara suwarni
sapur melipur merindu temu.

Insaf aku
bukan ini perbuatan kekasihku
tiada mungkin reka tangannya
kerana cinta tiada mendera

IBUKU DEHULU 

Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
akupun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi

matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku

HTerus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar chedera

Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikucupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu

Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.

DI DALAM KELAM 

Kembali lagi marak-semarak
jilat melonjak api penyuci
dalam hatiku tumbuh jahanam
terbuka neraka di lapangan swarga

Api melambai melengkung lurus
merunta ria melidah belah
menghangus debu mengitam belam
buah tenaga bunga suwarga

Hati firdausi segera sentosa
Murtad merentak melaut topan
Naik kabut mengarang awan
menghalang cuaca nokta utama

Berjalan aku di dalam kelam
terus lurus moal berhenti
jantung dilebur dalam jahanam
kerongkong hangus kering peteri.

Meminta aku kekasihku sayang;
turunkan hujan embun rahmatmu
biar padam api membelam
semoga pulih pokok percayaku.

BATU BELAH 

Dalam rimba rumah sebuah
teratak bambu terlampau tua
angin menyusup di lubang tepas
bergulung naik di sudut sunyi.

Kayu tua membetul tinggi
membukak puncak jauh di atas
bagai perarakan melintas negeri
payung menaung jemala raja

ibu bapa beranak seorang
manja bena terada-ada
plagu lagak tiada disangkak
mana tempat ibu meminta

Telur kemahang minta carikan
untuk lauk di nasi sejuk

Tiada sayang;
dalam rimba telur kemahang
mana daya ibu mencari
mana tempat ibu meminta.

Anak lasak mengisak panjang
menyabak merunta mengguling diri
kasihan ibu berhancur hati
lemah jiwa kerana cinta

Dengar.........dengar !
dari jauh suara sayup
mengalun sampai memecah sepi
menyata rupa mengasing kata

Rang... rang... rangkup
Rang... rang... rangkup
batu belah batu bertangkup
ngeri berbunyi berganda kali.

Diam ibu berfikir panjang
lupa anak menangis hampir
kalau begini susahnya hidup
biar ditelan batu bertangkup

Kembali pada suara bergelora
bagai ombak datang menampar
macam sorak semarai ramai
kerana ada hati berbimbang

menyahut ibu sambil tersedu
melagu langsing suara susah;

Batu belah batu bertangkup
batu tepian tempat mandi
Insha Allah tiadaku takut
sudah demikian kuperbuat janji

Bangkit bonda bewrjalan pelan
tangis anak bertambah kuat
rasa risau bermaharajalela
mengangkat kaki melangkah cepat.

Jauh ibu lenyap di mata
timbul takut di hati kecil
gelombang bimbang mengharu fikir
berkata jiwa menanya bonda

lekas pantas memburu ibu
sambil tersedu rindu berseru
dari sisi suara sampai
suara raya batu bertangkup

Lompat ibu ke mulut batu
besar terbuka menunggu mangsa
tutup terkatup mulut ternganga
berderak-derik tulang belulang

Terbuka pula, merah basah
mulut maut menunggu mangsa
lapar lebar tercingah pangah
meraung riang mengecap sedap..

Tiba dara kecil sendu
menangis mencari ibu
terlihat cerah darah merah
mengerti hati bonda tiada.

Melompat dara kecil sendu
menurut hati menaruh rindu...

Batu belah, batu bertangkup
batu tepian tempat mandi
Insha Allah tiadaku takut
sudah demikian kuperbuat janji.

TURUN KEMBALI

Kalau aku dalam engkau
dan kau dalam aku
adakah begini jadinya
jaku hamba engkau penghulu ?

Aku dan engkau berlainan
engkau raja, maha raya
cahaya halus tinggi mengawang
pohon rindang menaung dunia.

Di bawah teduh engkau kembangkan
taku berdiri memati hari
pada bayang engkau mainkan
aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan
aku menaiki tangga, mengawan
kecapi firdausi melena telinga
menyentuh gambuh dalam hatiku

Terlihat ke bawah
kandil kemerlap
melambai cempaka ramai tertawa
hati duniawi melambung tinggi
berpaling aku turun kembali.

DOA POYANGKU

Poyangku rata meminta sama
semoga sekali aku diberi
memetik kecapi, kecapi firdausi
menampar rebana, rebana swarga

Poyangku rata semua semata
penabuh bunyian kerana suara
suara sunyi suling keramat

kini rebana di celah jariku
tari tamparku membangkit rindu
kucuba serentak genta genderang
memuji kekasihku di mercu lagu

Aduh, kasihan hatiku sayang
alahai hatiku tiada bahagia
jari menari doa semata
tapi hatiku bercabang dua.

TERBUKA BUNGA 

Terbuka bunga dalam hatiku !
kembang rindang disentuh bibir kesturimu.
Melayah-layah mengintip restu senyumanmu.
Dengan mengelopaknya bunga ini, layulah
bunga lampau, kekasihku.
Bunga sunting hatiku, dalam masa mengembara
menanda dikau
Kekasihku ! inikah bunga sejati yang tiadakan
layu ?

TAMAN DUNIA 

Kau masukkan aku ke dalam taman- dunia, kekasihku !
kaupimpin jariku, kautunjukkan bunga tertawa, kuntum tersenyum.
kau tundukkan huluku tegak, mencium wangi tersembunyi sepi.
Kau gemalaikan di pipiku rindu daun beldu melunak lemah.
Tercengang aku takjob, terdiam.
berbisik engkau:
"Taman swarga, taman swarga mutiara rupa".
Engkaupun lenyap.
Termanggu aku gilakan rupa.

SEBAB DIKAU 

Kasihkan hidup sebab dikau
segala kuntum mengoyak kepak
membunga cinta dalam hatiku
mewangi sari dalam jantungku

Hidup seperti mimpi
laku lakon di layar terkelar
aku pemimpi lagi penari
sedar siuman bertukar-tukar

Maka merupa di datar layar
wayang warna menayang rasa
kalbu rindu turut mengikut
dua sukma esa-mesra -

Aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang
di layar kembang bertukar pandang
hanya selagu, sepanjang dendang

Golek gemilang ditukarnya pula
aku engkau di kotak terletak
laku boneka engkau boneka
penyenang dalang mengarak sajak.

KERANA KASIHMU 

Kerana kasihmu
Engkau tentukan
sehari lima kali kita bertemu

Aku inginkan rupamu
kulebihi sekali
sebelum cuaca menali sutera

Berulang-ulang kuintai-intai
terus menerus kurasa-rasakan
sampai sekarang tiada tercapai
hasrat sukma idaman badan

Pujiku dikau laguan kawi
datang turun dari datukku
di hujung lidah engkau letakkan
piatu teruna di tengah gembala

Sunyi sepi pitunang poyang
tidak merentak dendang dambaku
layang lagu tiada melangsing
haram gemercing genta rebana

Hatiku, hatiku
hatiku sayang tiada bahagia
hatiku kecil berduka raya
hilang ia yang dilihatnya.

TETEPI AKU 

Tersapu sutera pigura
dengan nilam hitam kelam
berpadaman lentera alit
beratus ribu di atas langit

Seketika sekejap mata
segala ada menekan dada
nafas nipis berlindung guring
mati suara dunia cahaya

Gugur badanku lemah
mati api di dalam hati
terhenti dawai pesawat diriku
Tersungkum sujud mencium tanah

Cahaya suci riwarna pelangi
harum sekuntum bunga rahsia
menyinggung daku terhantar sunyi
seperti hauri dengan kapaknya

Rupanya ia mutiara jiwaku
yang kuselami di lautan rasa
Gewang canggainya menyentuh rindu
tetapi aku tiada merasa...

PERMAINANMU 

kau keraskan kalbunya
bagi batu membesi benar
timbul telangkaimu bertongkat urat
ditunjang pengacara petah fasih

Di hadapan lawanmu
tongkatnya melingkar merupa ular
tangannya putih , putih penyakit
kekayaanmu nyata terlihat terang

Kakasihmu ditindasnya terus
tangan tapi bersembunyi
mengunci bagi pateri
kalbu ratu rat rapat

Kau pukul raja-dewa
sembilan cambuk melecut dada
putera mula penganti diri
pergi kembali ke asal asli.

Bertanya aku kekasihku
permainan engkau permainkan
kau tulis kau paparkan
kausampaikan dengan lisan

Bagaimana aku menimbang
kaulipu lipatkan
kau kelam kabutkan
kalbu ratu dalam genggammu

Kau hamparkan badan
di tubir bibir penaka durjana
jadi tanda di hari muka

Bagaimana aku menimbang
kekasihku astana sayang
ratu restu telaga sempana
kekasihku mengunci hati
bagi tali disimpul mati.

HANYA SATU 

Timbul niat dalam kalbumu;
terban hujan, ungkai badai
terendam karam
runtuh ripuk tamanmu rampak

Manusia kecil lintang pukang
lari terbang jatuh duduk
air naik tetap terus
tumbang bungkar pokok purba

Teriak riuh/redam terbelam
dalam gagap/gempita guruh
kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik jung bertudung
tempat berteduh nuh kekasihmu
bebas lepas lelang lapang
di tengah gelisah, swara sentosa
*
Bersemayam sempana di jemala gembala
juriat jelita bapaku iberahim
keturunan intan dua cahaya
pancaran putera berlainan bonda.

Kini kami bertikai pangkai
di antara dua, mana mutiara
jauhari ahli lalai menilai
lengah langsung melewat abad

Aduh, kekasihku
padaku semua tiada berguna
hanya satu kutunggu hasrat
merasa dikau dekat rapat
serupa musa di puncak tursina.

BARANGKALI 

Engkau yang lena dalam hatiku
akasa swarga nipis-tipis
yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis

Kujunjung di atas hulu
kupuji di pucuk lidah
kupangku di lengan lagu
kudaduhkan di selendang dendang

Bangkit gunung
buka mata mutiaramu
sentuh kecapi firdausi
dengan jarimu menirus halus

Biar siuman dewi-nyanyi
gambuh asmara lurus lampai
lemah ramping melidah api
halus harum mengasap keramat

Mari menari dara asmara
biar terdengar swara swarna
barangkali mati di pantai hati
gelombang kenang membanting diri.

MABUK 

Ditayangan ombak bujang bersela
dijunjung hulu rapuh semata
dikipasi angin bergurau senda
lupakan kelana akan dirinya...

Dimabukkan harum pecah terberai
diulikkan bujuk rangkai-rinangkai
datanglah semua mengungkai simpai
hatimu bujang sekali bisai.

Bulan mengintai di celah awan
bersemayam senyum sayu-sendu
teja undur perlahan-lahan
mukanya merah mengandung malu.

Rumput rendah rangkum-rinangkum
tibun embun turun ke rumpun
lembah-lembah menjunjung harum
mendatangkan kayal bujang mencium.

Melur sekaki dibuaikan sepoi
dalam cahaya rupa melambai
pelik bunga membawaku ragu
layu kupetik bunga gemalai.

Bunga setangkai gemelai permai
dalam tanganku jatuh terserah
kelopak kupandang sari kunilai
datanglah jemu mengatakan sudah...

Bulan berbuni di balik awan
taram-temaram cendera cahaya
teja lari ke dalam lautan
tinggallah aku tiada berpelita.

DAGANG 

Susahnya duduk berdagang
tiada tempat mengadukan duka
bondaku tuan selalu terpandang
hendak berjumpa apatah daya.

Terlihat-lihat bonda merenung
rasa-rasa Bonda mengeluh
mengenangkan nasib tiada beruntung
luka penceraian tiadakan sembuh.

Bondapun garing seorang diri
hati luka tiada berjampi
nangislah ibu mengenangkan kami
rasakan tiada berjumpa lagi.

Allah diseru memohonkan restu
moga kami janganlah piatu
aduh ibu, kemala hulu
bukankah langit tiada berpintu?

Sudahlah nasib tiada bertemu
sudahlah untung hendak piatu
bagaimana mengubah janji dahulu
sudah diikat di rahim ibu.

SUNYI 

Kuketuk pintu masaku muda
hendak masuk rasa kembali
taman terkunci dibelan pula
tinggallah aku sunyi sendiri.

Kudatangi gelanggang tempat menyebung
masa bujang tempat beria
kulihat siku singgung menyinggung
aku terdiri haram disapa...

Teruslah aku perlahan-lahan
sayu rayu hati melipur
nangislah aku tersedan-sedan
mendengarkan pujuk duka bercampur.

Kudengar bangsi memanggil-manggil
tersedu-sedu, dayu mendayu
tersalah aku diri terpencil
badan dilambung gelombang rindu.

Duduklah aku bertopang dagu
merenung kupu mengecup bunga
lenalah aku sementara waktu
dalam rangkum kenangan lama.

Rupanya teja serasa kulihat
suaramu dinda rasakan kudengar
dinda bersandar duduk bersikat
aku mengintip ombak berpendar.

Imbau gelombang menyembahkan lagu
kepada bibirmu kesumba pati
fikiranku melayang ke padang rindu
walaupun dinda duduk di sisi.

NAIK-NAIK 

Membubung badanku, melambung, mengawan
naik, naik, tipis-rampis, kudus halus
melayang-terbang, mengembang-kembang
menyerupa-rupa merona-warni langit-lazwardi.

Bertiup badai merentak topan
larikan daku hembuskan badan
tepukkan daku ke puncak tinggi
ranggitkan daku kelengkung pelangi...

Tenang-tenang anginku sayang
tinggalkan badan di lengkung benang
reda-reda badaiku dalam
ulikkan sepoi sunyikan dendam.

Biarkan daku tinggal di sini
sentosa diriku di sunyi sepi
tiada berharap tiada meminta
jauh dunia di sisi dewa.

PADA SENJA 

mengembara senda pada senja
rama bermain dalam cahaya
kusangka sempurna dalam segala
sayap kemerlap mengemas rupa
ditayang kembang kelopak terbuka.

Dirinjau sinau diliputi wangi
dijunjung tunjung tangkai gemelai
berkobar-debar berahi diri
digetar-gegar permai terberai.

Kutangkap rama berayun
kupetik bersama daun
kubawa kumuda warni
kurangkai di sisi hati...

Matahari menunjuk bentuk
aku lalu harilah suntuk
rama kencana tinggal tertunduk
puas belum cinta diteguk...

Dunia segara duka
tiada cinta selama muda
derita rama remaja
susah sepah tersia-sia

HARUM RAMBUTMU

Kupatah tangkai kusuma kukucup
kendati mencari wangi asli
cempaka tinggal tergulai lampai
sayang tanganku hendak mencapai.

Teja! hanya cempaka ditayang daun
aneka bunga menutup bumi
impian lama datang mengalun
kerana kusuma kenangan diri.

harum rambutmu terasa ada
dalam bunga duduk tersembunyi
suma mana ratna mulia
kanda sibuk tengah mencari.

Pohon rendah dinaungi kemuning
puteri dilindungi payung kembang
bunga adinda kencana ramping
irama kusuma abang seorang.

Wangi tertebar membawaku ragu
mengembang abang ke hari lampau
harum sepadan wangi rambutmu
kalau terurai kita bergurau.

Melur! duta rindu di purnama raya
kawan sendu di sunyi malam
ratna rupa di hulu kemala
penambah manis jiwa pendiam.

BERLAGU HATIKU 

Bertangkai bunga kusunting
kujunjung kupuja, kurenung
berlagu hatiku bagai seruling
kukira sekalini menyecap untung.

Dalam hatiku kuikat istana
kusemayamkan tuan digeta kencana
kuhamburkan kusuma cempaka mulia
kan hamparan turun dewi kakanda...

Tetapi engkau orang biasa
merana sahaja tiada berguna
malu bertalu kerana aku
ganjil terpencil berpaut kedahulu.

MALAM 

Daun bergamit berpaling muka
mengambang tenang di laut cahaya
tunduk mengurai surai terurai
kelapa lampai melambai bidai.

nyala pelita menguntum melati
gelanggang sinar mengembang lemah
angin mengusap menyeyang pipi
balik-berbalik menyerah-yerah.

Air mengalir mengilau-sinau
riak bergulung pecah memecah
nagasari keluar meninjau
membanding purnama di langit cerah.

Lepas rangkum pandan wangi
terserak harum pemuja rama
hinggap mendakap kupu berahi
berbuai-buai terlayang lena

Adikku sayang berpangku guring
rambutmu tuan kusut melipu
aduh bahagia bunga kemuning
diri dihimpit kucupan rindu.

DALAM MATAMU 

Tanahku sayang berhamparkan daun
bersinar cahaya lemah gemilang
dari jauh datang mengalun
suara menderu selang-menyelang

Renggang rapat berpegang jari
kita mendaki bukit tanahmu
dinda berkhabar bijak berperi
kelu kanda kerana katamu.

Berhenti kita sejurus lalu
berdekatan duduk sentosa semata
hatiku sendu merindu chumbu
kesuma sekaki abang kelana.

Hilang himpau air terjun
bunga rimba bertudung lingkup
kanda memangku sekar suhun
lampai permai mata tertutup.

Remuk redam duka di dada
di hanyutkan arus dewa bahagia
menjelma kanda di bibir kesumba
rasa menginyam madu swarga.

Dalam matamu tenang sentosa
kanda memungut bunga percaya
japamantera di kala duka
pelerai rindu di malam cuaca.

Dalam matamu jernih bersih
kanda kumpulkan mutiara cinta
akan tajuk mahkota kasih
kanda sembahkan kepada bonda.

KENANGAN

Tambak beriak intan terberai
kemuncak bambu tunduk melambai
mas kumambang mengisak sampai
merenungkan mata kesuma teratai.

Senyap sentosa sebagai sendu
tanjung melampung merangkum kupu
hanya bintang cemerlang mengambang
diawang terbentang sepanjang pandang

Dalam sunyi kudus mulia
murca kanda dibibir kesumba
undung dinda melindung kita
heran kanda menajubkan jiwa

Dinda berbisik rapat di telinga
lengan melengkung memangku kepala
putus-putus sekata dua;
"kunang-kunang mengintai kita"...

TELUK JAYAKATERA

Ombak memecah di tepi pantai
angin berhembus lemah lembut
puncak kelapa melambai-lambai
di ruang angkasa awan bergelut.

Burung terbang melayang-layang
serunai berseru "adikku sayang"
perikan bernyanyi berimbang-imbang
laut harungan hijau terbentang.

Asap kapal bergumpal-gumpal
melayari tasik lautan jawa
beta duduk berhati kesal
melihat perahu menuju Semudera.

Musafir tinggal di tanah Jawa
seorang diri sebatang kara
hati susah tiada terkata
tidur sekali haram cendera.

Fikiranku melayang entah ke mana
sekali ke timur sekali ke utara
mataku memandang jauh ke sana
di pertemuan air dengan angkasa.

Di hadapanku hutan umurnya muda
tempat ashik bertemu mata
tempat ma'shuk melagukan cinta
tempat bibir menyatukan anggota.

Fikiran lampau datang kembali
menggoda kalbu menyusahkan hati
mengintagkan untung tiada seperti
Yayi lalu membawa diri.

Ombak mengempas ke atas batu
bayu merayu menjauhkan hati
gelak gadis membawaku rindu
terkenangkan tuan ayuhai yayi.

Teja ningsun buah hatiku
lihatlah limbur mengusap gelombang
ingatlah tuan masa dahulu
adik guring di pangkuan abang?

KUSANGKA

Kusangka cempaka kembang setangkai
rupanya melur telah diseri...
hatiku remuk mengenangkan ini
wangsangka dan was-was silih berganti.

Kuharap cempaka baharu kembang
belum tahu sinar matahari...
rupanya teratai patah kelopak
dihinggapi kumbang berpuluh kali.

Kupohonkan cempaka
harum mula terserak...
melati yang ada
pandai tergelak...

Mimpiku seroja terapung di paya
teratai putih awan angkasa...
rupanya mawar mengandung lumpur
kaca piring bunga renungan...

Igauanku subuh , impianku malam
kuntum cempaka putih bersih...
kulihat kumbang keliling berlagu
kelopakmu terbuka menerima chembu.

Kusangka hauri bertudung lingkup
bulu mata menyangga panah asmara
rupanya merpati jangan dipetik
kalau dipetik menguku segera.

BONDA 1 

Dalam sepu angin malam
dalam gerak daun segala
dalam angguk mawar kusuma
bonda kulihat duduk bercinta

Dalam tepuk air di batu
dalam buai puncak kelapa
dalam bisik kumbang menyeri
bonda kudengar memanggil anaknda.

Pelangi membangun laksana perahu
awan berarak behtera ditiru
bintang bertabur jempena serupa
bonda kulihat duduk beriba.

Di dalam paya kumuda kembang
di atas tampuk embun bergantung
di dalam permata bonda terpandang
duduk menangis menyesal untung.

"Buah hati jauh permainan mata
hendak diseru suara tak daya
hendak dipanggil kuasa taala
duduklah bonda berhati iba...

hati di dalam berseru-seru
mohonkan restu Tuhan suatu
moga bertemu sejurus lalu
dengan dikau bijimataku"

Wah bonda bagaimana menyeru
gelombang Melaka umpama gelora,
aduh bonda, mengapa merestu
awan tebal laksana dewala.

Bunga mawar putih setangkai
anakda petik di kaki wilis
di atas bumi Jawa raya
akan penunggu telakapkan bonda.

BONDA 2

Batu sungai terserak putih
bintang bertabur gemerlapan cahaya
dipalut pualam pelangi persih
peraduan ibu melepaskan duka

Pohon kemboja tunduk temungkul
memayungi ibu beradu cendera
kusuma terapung tenggelam timbul
di atas lautan angin daksina.

Harum bunga melenakan ibu
sepoi angin mengulikkan bonda
patikpun tunduk berhati mutu
hendakpun menyepa tiada kuasa.

Dari jauh suara melambai
rasa bonda datang menegur
di atas awan duduk serangkai
dengan bintang angsoka hablur.

Bunga rampai di atas rimba
air selabu di pangkuan dinda
kami menangis tiada berasa
terkenangkan ibu beradu cendera.

Bunga mawar bunga cempaka
bunga melur aneka warna
dipetik dinda di halaman kita
akan penyapu telapakan bonda.

Air selabu patik bawakan
dari perigi dipagari batu
pada bonda kami sembahkan
akan pencuci telapakan ibu.

TINGGALLAH 

Tinggallah tuan, tinggalah bonda
tahan airku Sumatera raya
anakda berangkat ke pulau Jawa
memunggut bunga suntingan kepala.

Pantai cermin rumu melambai
selamat tinggal pada anakda
rasakan ibu serta handai
mengantarkan beta ke pengkalan kita.

Telah lenyap pokok segala
bondaku tuan duduk berselimut
di balik cindai awan angkasa
jauh hatipun konon datang meliput.

Selat melaka ombaknya memecah
memukul kapal pembawa beta
rasakan swara yang maha ramah
melengahkan anakda janganlah duka.

layang-layang terbang berlomba-lumba
akan ibu penambah mulya.
Menuju pulau kejunjung tinggi
dalam hatiku kujadikan duka
menyampaikan pesan kataan hati.

Selamat tinggal bondaku perca
panjang umur kita bersua
gobahan cembaka anakda bawa
jadikan gelang di kaki bonda.

Gelang cempaka pujaan dewa
anakda petik di tanah Jawa
akan bonda penambah cahaya.

RAGU 

Asap pujaan bergulung-gulung
naik melingkar kekimu dewa
rasanya hati melambung-lambung
estu kupohonkan akan kurnia.

"Permaisurimu, Uma, sudah kupuja
seroja putih beta sembahkan
sekarang ini wahai Ciwa
pada tuanku beta paparkan".

Wajahnya arca berkilau-kilau
bibir terbuka rupa berkata
giginya tampak bersinar-sinar
bunyi keluar merdu suara.

"anakku dewi ratna juita
apatah tersimpul di dalam dada
uraikan tuan pada ayahnda
rinduan mana mohonkan sempana?"

Wajahnya jernih gilang gemilang
sentosa semayam di atas durja
padma seraga berbayang-bayang
dikucupi cahaya pernama raya.

hatinya dayang rasa terbuka
suka dan ria silih berganti
permohonan hati lupa segala
kerana cahaya menimpa diri.

Bibir berpisah melepaskan pelukan
suara lalu meninggalkan simpulan
gadis berkata melayangkan rinduan
"duli" tuanku patik pohonkan.

HANG TUAH 

Bayu berpuput alun digulung
banyu direbut buih dibubung

Selat Melaka ombaknya memecah
pukul-memukul belah membelah

Bahtera ditepuk buritan dilanda
penjajab dihanatuk haluan ditunda

Chamar terbang riuh suara
alkamar hilang menyelam segera.

Armada Peringgi lari bersusun
Melaka negeri hendak diruntun.

Galyas dan pusta tinggi dan kukuh
pantas dan angkara ranggi dan angkuh

Melaka! laksana kehilangan bapa
randa! sibuk mencari cendera mata!

"Hang Tuah ! Hang Tuah! di mana dia
panggilkan aku kesuma perwira!"

Tuanku, sultan Melaka, Maharaja Bintan!
dengarkan kata bentara kanan.

"Tun Tuah, di Majapahit nama termashur
badanya sakit rasakan hancur!"

Wah, alahlah rupanya negara Melaka
kerana laksamana ditimpa mara.

Tetapi engkau wahai kasturi
kujadikan suluh, mampukah diri?

Hujan rintik membasahi bumi
guruh mendayu menyedihkan hati.

Keluarlah suluh menyusun pantai
angkatan Pertugal hajat dinintai.

Chucuk diserang ditikami seligi
sauh terbang dilembari sekali.

Lela dipasang gemuruh suara
rasakan terbang ruh dan nyawa.

Suluh Melaka jumlahnya kecil
undur segera mana yang tampil.

"Tuanku, armada Peringgi sudahlah dekat
kita keluari dengan cepat.

Hang Tuah cuba lihati
apakah 'afiat rasanya diri?'

Laksamana Hang Tuah mendengar berita
Armada Peringgi duduk di kuala.

Mintak didirikan dengan segera
hendak berjalan ke hadapan raja.

Bukankah itu laksamana sendiri
Negeri Melaka hidup kembali.

Laksamana , cahaya Melaka, bunga pahlawan
kemala setia maralah tuan.

Tuanku, jadikan patik tolak bala
turunkan angkatan dengan segera.

Genderang perang disuruhnya palu
memanggil imbang iramanya tentu.

Keluarlah laksamana mahkota ratu
tinggallah Melaka di dalam ragu...

Marya! marya! tempik Peringgi
lelapun meletup berganti-ganti.

Terang cuaca berganti kelam
bujang Melaka menjadi geram.

Galyas dilanda pusta dirampat
Sabas Melaka su'ma di Selat !

Amuk-beramuk buru-memburu
"Tusuk-menusuk laru-melaru.

Lela rentaka berputar-putar
cahaya senjata bersinar-sinar.

Laksamana mengamuk di atas pusta
Yu menyambar umpamanya nyata...

Hijau segara bertukar warna
sinau senjata pengantar nyawa.

Hang Tuah empat berkawan
serangnya hebat tiada tertahan.

Chukuk Peringgi menarik layar
induk dicari tempat terhindar.

Angkatan besar maju segera
mendapatkan payar ratu Melaka.

Perang ramai berlipat ganda
pencalang berai tempat kesegala.

Dang Gubenur memasang lela
umpama guntur diterang cuaca.

Peluru terbang menuju bahtera
Laksamana dijulang ke dalam segara...

PURNAMA RAYA

Purnama raya
bulan bercahaya
amat cuaca
ke mayapada

Purnama raya
gemala berdendang
tuan berkata
naiklah abang

Purnama raya
bujang berbangsi
kanda mara
memeluk dewi

Purnama raya
bunda mengulik
nyawa adinda
tuan berbisik.

Purnama raya
gadis menutuk
setangan kuraba
pintu diketuk

Purnama raya
bulan bercengkerama
beta berkata
tinggallah nyawa

Purnama raya
kelihatan jarum
adinda mara
kanda dicium

Purnama raya
cuaca benderang
permata kekanda
pulanglah abang...

CEMPAKA MULIA

Kalau kulihat tuan, wahai suma
kelopak terkembang harum terserak
hatiku layu sejuk segala
rasakan badan tiada dapat bergerak

Tuan tumbuh tuan hamba kembang
di negeriku sana di kuburan abang
kemboja bunga rayuan
hatiku kechu melihat tuan

Bilamana beta telah berpulang
wah, semboja siapatah kembang
di atas kuburku, si dagang layang?

Kemboja, kemboja bunga rayuan
hendakkah tuan menebarkan bibit
barang sebiji di atas pangkuan
musafir lata malang berakit?

Melur takku mahu
mawar takku suka,
sebab semboja dari dahulu
telah kembang di kubur bonda

kemboja bunga rayuan
musafir anak Sumatera
Pulau Perca tempat pangkuan
bilamana fakir telah tiada.

KAMADEWI 

Kembali pula engkau datang
kepadaku di waktu sekarang
tengah menjadi permainan gelombang
gelombang terberai di bunga karang.

Lah lama kau kulupakan
lah lampau bagi kenangan
lah lenyap dari pandangan

Tetapi sekarang apatah mula
apakah sebab, aduhai bonda
ia datang menyusupi beta?

Kau ganggu hati yang reda
kau kacau air yang tenang
kau jagakan dewi asmara
kau biarkan air mata berlinang...

O, asmara kau permainkan aku
laguan kasih engkau bisikkan
gendang kenangan engkau palu
dari kelupaan aku, engkau sentakkan.

Pujaan mana kau kehendaki
persembahan mana kau ingini
aduhai angkara Asmara dewi.

Gelak sudah beta sembahkan
cinta sudah tuan putuskan
apatah lagi dewi harapkan
pada beta duka sampaian...

kamadewi! gendewamu bermalaikan seroja
puadai padma seraga
tetapi aku sepanjang masa
duduk di atas hamparan duka!

Kamadewi! tiadakah tuan bertanyakan nyawa?

SENYUM HATIKU , SENYUM 

Senyum hatiku, senyum
gelak hatiku, gelak
dukamu tuan, aduhai kulum
walaupun hatimu, rasakan retak.

Benar mawar kembang
melur mengirai kelopak
anak dara duduk berdendang
tetapi engkau, aduhai fakir, dikenang orang
sekalipun tidak.

Kuketahui, terkukursulang menyulang
murai berkicau melagukan cinta
tetapi engkau aduhai dagang
umpamakan pungguk merayukan purnama.

Sungguh matahari dirangkum segara
purnama raya di lingkung bintang
tetapi engkau, aduhai kelana
siapa mengusap hatimu bimbang?

Diam hatiku , diam
cubakan ria, hatiku ria
sedih tuan, cubalah pendam
umpama disekam, api menyala.

Mengapakah rama-rama boleh bersenda
alun boleh mencium pantai
tetapi beta makhluk utama
duka dan cinta menjadi selampai ?

Senyap, hatiku senyap
adakah boleh engkau merana
sudahlah ini nasip yang tetap
engkau terima di pangkuan bonda.

TUHANKU APATAH KEKAL? 

Tuhanku , suka dan ria
gelak dan senyum
tepuk dan tari
semuanya lenyap, silam sekali.

Gelak bertukar duka
suka bersalinkan ratap
kasih beralih cinta
cinta membawa wangsangka...

Junjunganku apatah kekal
apatah tetap
apakah tak bersalin rupa
apatah baka sepanjang masa...

Bunga layu disinari matahari
makhluk berangkat menepati janji
hijau langit bertukar mendung
gelombang reda di tepi pantai.

Selangkan gagak beralih warna
semerbak cempaka sekali hilang
apatah lagi laguan kasih
hilang semata tiada ketara...

Tuhanku apatah kekal?

BUAH RINDU 1 

Dikau sambur limbur pada senja
dikau alkamar purnama raya
asalkan kanda bergurau senda
dengan adinda tajuk mahkota.

Dituan rama-rama melayang
didinda dendang sayang
asalkan kandaa selang-menyelang
melihat adinda kekasih abang.

Ibu, seruku ini laksana pemburu
memikat perkutut di pohon ru
sepantun swara laguan rindu
menangisi kelana berhati mutu.

Kelana jauh duduk merantau
di balik gunung dewala hijau
di Seberang laut cermin silau
Tanah Jawa mahkota pulau...

Buah kenanganku entah ke mana
lalu mengembara ke sini sana
haram berkata sepatah jua
ia lalu meninggalkan beta.

ibu, lihatlah anakmu muda belia
setiap waktu sepanjang masa
duduk termenung berhati duka
laksana Asmara kehilangan seroja.

Bonda waktu tuan melahirkan beta
pada subuh kembang cempaka
adakah ibu menaruh sangka
bahawa begini peminta anakda?

Wah kalau begini naga-naganya
kayu basah dimakan api
aduh kalau begini laku rupanya
tentulah badan lekaslah fani.

BUAH RINDU 2 

Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dan nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Di waktu ini gelap gulita.

Kicau murai tiada merdu
Pada beta bujang Melayu
Himbau pungguk tiada merindu
Dalam telingaku seperti dahulu.

Tuan aduhai mega berarak
Yang melipud dewangga raya
Berhentilah tuan di atas teratak
Anak Langkat musyafir lata.

Sesa'at sekejap mata beta berpesan
Padamu tuan aduhai awan
Arah manatah tuan berjalan
Di negeri manatah tuan bertahan?

Sampaikan rinduku pada adinda
Bisikkan rayuanku pada juita
Liputi lututnya muda kencana
Serupa beta memeluk dia.

Ibu, konon jauh tanah Selindung
Tempat gadis duduk berjuntai
Bonda hajat hati memeluk gunung
apatah daya tangan ta' sampai.

Elang, Rajawali burung angkasa
Turunlah tuan barang sementara
Beta bertanya sepatah kata
Adakah tuan melihat adinda?

Mega telahku sapa
Margasatwa telahku tanya
Maut telahku puja
Tetapi adinda manatah dia !

BUAH RINDU 3 

Puspa cempaka konon kirimkan
pada arus lari ke laut
akan duta kanda jadikan
pada adinda kasih terpaut.

Teja bunga seroja dalam taman
kemala hijau di atas mahkota
orang berikan pada kekanda
tiada kuambil kerana tuan.

Adakah gemerlapan bagi kemala
adakah harum lagi seroja
pada beta tumpuan duka
sebab tuan lalu mengembara.

Tuan lalu tiada berkata
haram sepatah sepantun duli
kanda tinggal sepenuh wangsangka
pilu belas di dalam hati.

Hatiku rindu bukan kepalang
dendam beralik berulang-ulang
air mata bercucur selang-menyelang
mengenangkan adik kekasih abang.

Diriku lemah anggotaku layu
rasakan cinta bertalu-talu
kalau begini datangnya selalu
tentunya kekanda berpulang dahulu.

Tinggalah tuan, tinggalah nyawa
tinggal juita tajuk mahkota
kanda lalu menghadap "dewata"
bertelut di bawah cerpu Maulana.

Kanda pohonkan tuan selamat
ke bawah kaus dewata rahmat
moga-moga tuan hendaklah mendapat
kesukaan hidup ganda berlipat.

BUAH RINDU 4 

Kalau kekanda duduk menyembah
duli dewata mulia raya
kanda pohonkan untung yang indah
kepada tuan wahai adinda.

Kanda puja dewa asmara
merestui remaja adik kekanda
hendaklah ia sepanjang masa
mengasihi tuan intan kemala

Anak busurnya kanda gantungi
dengan seroja suntingan hauri
badannya dewa kanda lengkapi
dengan busur sedia di jari.

Setelah itu kandapun puja
dewata mulia di puncak angkasa
memohonkan rahman beribu ganda
ia tumpahkan kepada adinda.

Tinggallah tuan tinggallah nyawa
sepanjang hari segenap masa
pikiran kanda hanyalah kemala
dilindungi Tuhan Maha Kuasa.

Baik-baik adindaku tinggal
aduhai kekasih emas tempawan
kasih kanda demi Allah kekal
kepada tuan emas rayuan.....

Kalau mega berarak lalu
bayu berhembus sepoi basah
ingatlah tuan kanda merayu
mengenangkan nasib salah tarah.

Kalau hujang turun rintik
laksana air mata jatuh mengalir
itulah kanda teringatkan adik
duduk termenung berhati khuatir.

KURNIA 

Kau kurniai aku,
Kelereng kaca cerah cuaca,
Hikmat raya tersembunyi dalamnya,
Jua bahaya dikandung kurnia, jampi kau beri,
Menundukkan kepala naga angkara.
Kelereng kaca kilauan kasih,
Menunjukkan daku tulisan tanganMu
Memaksa sukmaku bersorak raya
Melapangkan dadaku, senantiasa sentosa
Sebab kelereng guli riwarni,
Kuketahui langit tinggi berdiri,
Tanah rendah membukit datar.
Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:
Melangit tinggi, membumi keji.

PANJI DI HADAPANKU 

Kau kibarkan panji di hadapanku.
Hijau jernih di ampu tongkat mutu-mutiara.
Di kananku berjalan, mengiring perlahan,
Ridlamu rata, dua sebaya,
Putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.
Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu,
Mendengar-dengar, suara sayang, panggilan-panjang,
Jatuh terjatuh, melayang-layang,
Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta,
Memohon-mohon, moga terbuka selimut kabut,
Pembungkus halus, nokta utama,
Jika nokta terbuka-raya, jika kabut tersingkap semua
Cahaya ridla mengilau kedalam
Nur rindu memancar keluar.

MEMUJI DIKAU 

Kalau aku memuji Dikau,
Dengan mulut tertutup, mata tertutup,
Sujudlah segalaku, diam terbelam,
Di dalam kalam asmara raya.
Turun kekasihmu,
Mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.
Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku,
Digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.
Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,
Bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku …
Dan, iapun melayang pulang,
Semata cahaya,
Lidah api dilingkung kaca,
Menuju restu, sempana sentosa.

MENGAWAN 

Rengang aku daripadaku, mengikut kawalku mengawan naik.
Mewajah kebawah, terlentang aku, lemah lunak,
Kotor terhampar, paduan benda empat perkara.
Datang pikiran membentang kenang,
Membunga cahaya cuaca lampau,
Menjadi terang mengilau kaca.
Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka,
Berkasih pedih, bagai merpati bersambut mulut.
Tersenyum sukma, kasihan serta.
Benda mencintai benda …
Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.
Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai
Celah tersentuh, di kursi kesturi.

HANYUT AKU 

Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku!
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin hati,
Tiada air menolak ngelak.
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu,
Mati aku, sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berlepas tangan,
Aku tenggelam.
Tenggelam dalam malam.
Air di atas mendidih keras.
Bumi di bawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!

NYANYIAN MIRA - BAI 

(Karya Terjemahan)

Pada kala aku mengambil air dari sungai Yamuna,
Dipandang Krishna senda
Dengan mataNya yang raya
Tertawa bertanya
Kendiku telungkup aku pun lalu
Penuh heran dan ragu
Semenjak itu semayam Ia dalam kalbuku
Krishna berambut ikal.
Hentikan segala mantera, jauhkan penawar semua
Lepaskan aku dari akar dan jamu!
Bawakan daku Krishna berambut hitam
Bawakan daku Krishna bermata cuaca!
Alisnya, busurnya – Pandangnya, panahnya
Dibidiknya – lepaskan – tepat!

NYANYIAN KABIR I

(Karya Terjemahan)

Hatiku, hatiku, Sukma segala sukma
Hatiku, hatiku, Guru segala guru
Telah hampir
Bangkit, bangkit hatiku dan kucup
KakiNya
Kaki Guru maha-raya,
Supaya detikan cintamu
Memenuhi seluruh Kaki Gurumu
Tuan tidur, dari abad ke abad
Jagalah, hatiku, jaga
Pada subuh sentosa,
Jika embun menyejuk rumput.
Hendakkah tuan selalu bisu selaku batu,
Hatiku, aduh hatiku?

NYANYIAN KABIR II 

(Karya Terjemahan )

Ceritakan, undanku, kabaranmu kawi
Dari mana datangmu? Kemana terbangmu?
Di mana engkau berhenti melipat sayapmu?
Pada siapa engkau nyanyikan laguan malammu?
Kalau nanti pagi-pagi engkau terjaga, undanku
Terbang, melayang tinggi dan ikut jalanku.
Ikutkan daku ke negeri sana, mana susah dan was-was
Tiada mungkin bernafas, dan maut,
Malaikat hitam, tiada lagi memberi negeri
Musim cuaca lagi membunga di pucuk kayu
Harum panas ditebar angin sepoi:
Aku di dalamnya, ia di dalamku.
Kumbang hatiku menyelam dalam bunga
Dan tiada berhasrat lagi

NYANYIAN FARID 

(Karya Terjemahan )

Farid, jika manusia memukul senda
Jangan memukul pula
Cium kakinya
Lalu …
Dan lupa …
Keduanya …
Yang menjadikan terkandung
Dalam segala yang dijadikan
Dan yang dijadikan
Tersimpul dalam yang menjadikan
Bagaimana engkau berani
Ya Farid,
Menyumpah sesuatu yang buruk?
Tiada ada melainkan Ia.

NYANYIAN JALLALUDIN EL RUMI 

(Karya Terjemahan)

Jangan disalahkan dunia karena belenggumu,
Sebab banyakan mawar dari duri.
Jangan disebutkan dunia ini penjara,
Karena inginmu itulah yang membangunkan duka.
Jangan pula tanyakan penghabisan rahasia,
Satu dalam dua, atau baik, tau jahat!
Usaha pula katakan kasih meninggalkan tuan,
Jangan ia dicari di pekan dan jalan!
Ta’ guna takutkan siksa mati,
Sebab takut itulah mendatangkan sengsara,
Janganlah buru kijang cita indria,
Kalau terburu singa sesalan.
Jangan hatiku, mengekang diri,
Jadi ta’ usah malaikat menolong engkau.

NYANYIAN SYIKING 

(Karya Terjemahan)

‘Wah!’, kesahnya, ‘kau dengar ayam jantan, ia memanggil?’
‘Tidak’, jawabnya,
‘Tidak, malam kelam dan tinggi,
Bukan itu kokok ayam, kekasihku’
‘Pintaku, bangkit, singkapkan tabir
Di tepi, dan tanya olehmu kan langit, sahabatku’
Lompat ia: ‘Celaka kita! Bintang pagi.
Pucat meningkat dari kaki langit’
‘Merah fajar’ – bisiknya takut, ‘Sekarang mesti engkau pergi!’
‘Bagaimana aku menanggungnya?’
‘Hai, Sebelumnya engkau pergi, balaskan setan itu,
Kejam ia menceraikan kita!’
‘Ambil busurmu, tujukan panah ini
Ayam jantan hatinya tepati!’

NYANYIAN MESIR PURBA 

(Karya Terjemahan)

Kurnia kami, hari berbuahkan rahman,
Berbungakan suka.
Penghulu segala dewa!
Marahlah tuan dan lihat.
Urap dan menyan kami persembahkan
Kusuma dan bakung pedandan leher
Dinda tuan intan rupawan,
Yang siuman dalam hatimu
Yang merangkai pada sisimu.
Marilah diri! Gambang dan dendang
Merdu mengalun, Hari Duka
Telah lenyap, sukacita bertabur ria,
Sampai tuan tiba ke benua, yang diam semata-mata
Lepaslah tuan dari kami selama-lamanya.

PADAMU JUA 

Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu - bukan giliranku
Matahari - bukan kawanku.

HANYA SATU 

Timbul niat dalam kalbumu.
Terbang hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk tamanmu rampak

Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba

Terika riuh redam terbelam
Dalam gagap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik Jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa

Bersemayam sempana di jemala gembala
Juriat julita bapaku iberahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda

Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad

Aduh kekasihku
padaku semua tiada berguna
Hanya satu kutunggu hasrat
Merasa dikau dekat rapat
Serpa musa di puncak tursina.

DOA 

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah
terik.
Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak.
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar
gelakku rayu!

BERDIRI AKU 

Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datang ubur terkembang

Angin pulang menyeduk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas.

Benang raja mencelup ujung
Naik marak mengerak corak
Elang leka sayap tergulung
dimabuk wama berarak-arak.

Dalam rupa maha sempuma
Rindu-sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup bertentu tuju.

Senin, 11 Januari 2016

Pentingnya Mengamalkan Ilmu

PENTINGNYA MENGAMALKAN ILMU

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dalam Islam, ilmu memiliki aksiologis yang sangat agung. Karena dengan ilmu-lah semuanya berawal dalam meniti jalan suci ini. Selain itu, ilmu juga dapat mengangkat derajat bagi siapa saja yang memilikinya.
Begitulah nikmatnya islam sehingga segala tingkah laku kita diatur oleh Islam. Sampai pada ilmu pun Islam mengaturnya, mulai dari kewajiban menuntut ilmu, mengamalkan ilmu dan ancaman bagi orang yang tidak mengamlakan ilmu. hal tersebut harus kita pelajari secara mendetail sehingga kita tidak termasuk orang yang salah dalam memahami ilmu.
Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi penolong bagi kita yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan mengajarkannya maupun yang lainnya. Ilmu tersebut berpotensi menjadi boomerang bagi kita jika kita tidak mengamalkan ilmu tersebut,
diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ary  bahwa Rasulullah  bersabda:
والقرآن حجة لك أو عليك
“Al-Qur’an adalah hujjah untukmu dan juga dapat menghujatmu” [HR. Muslim 3/101, ini adalah bagian dari hadits yang panjang.]
Mungkin kita bisa mengatakan dengan kalimat ini:
“ jangan biarkan satu orang pun tersesat karena ilmu yang kita peroleh tidak diamalkan”
Begitulah pentingnya mengamlakan ilmu sehingga ada pahala yang menanti kita jika kita mengamlakan ilmu tersebut, namun disana juga telah menanti kehancuran yang sedang mengendap-mengendap di balik layar untuk menjerumuskan kita jikalah kita tidak mengamlakan apa yang telah kita pelajari
B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah urgensi mengamalkan ilmu?
2.      Sebutkan ayat-ayat didalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya mengamalkan ilmu!
3.      Bagaimanakah hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang muslim yang tidak mengamalkan ilmunya?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui urgensi mengamalkan ilmu.
2.      Menyebutkan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan pentingnya mengamalkan ilmu.
3.      Mengetahui hukum-hukum dan ancaman-ancaman bagi seorang muslim yang tidak mengamalkan ilmunya.









                                                                BAB II
PEMBAHASAN
A.    Urgensi Mengamalkan Ilmu
     Ilmu yang telah kita peroleh membutuhkan lahan agar ilmu tersebut dapat menjadi penolong bagi kita, yaitu dengan cara mengamalkannya, baik dengan mengajarkannya maupun yang lainnya. Hal ini merupakan fardhu ‘ain bagi setiap Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut.

B.     Ayat-Ayat yang Menyatakan Pentingnya Mengamalkan Ilmu
Berikut ini adalah diantara ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh:
1.      Surat al-fatihah ayat 7
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Penggalan “…..jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka,” menafsirkan “ jalan yang lurus”. Orang-orang yang telah dianugerahi nikamat oleh Alloh, mereka yang dituturkan dalam surat An-Nisa’,
“ Dan barangsiapa mentaatai Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang yang soleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh, dan Alloh cukup mengetahui,” (an-Nisa: 89-70)
Adh-Dahhak namenceritakan dari Ibnu Abbas,” jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya karena menaati dan menyembah-Mu, yaitu dari kalangan para malaikat-Mu, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang soleh.” Hal ini sama dengan firman Robb kita,’
“Dan barangsiapa yang menaati Alloh dan Rosul-(Nya), mereka itu akan bersama-sam dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat o;eh Alloh.” (an-Nisa:69).
“ Bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”, yaitu bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Mereka adalah orang-orang yang rusak kehendaknya; mereka mengetahui kehendaknya, namun berpindah dari kebenaran tersebut.
Dan, “ bukan ( pula) jalan mereka yang sesat”, yaitu mereka tidak memiliki pengetahuan dan menggandrungi kesesatan. Mereka tidak mendapat petunjuk ke arah kebenaran. Hal itu dikuatkan dengan Laa untuk menunjukkan bahwa disana ada dua jalan yang rusak, yaitu jalan kaum Yahudi dan jalan kaum Nashroni.
Sesungguhnya jalan orang-orang yang beriman itu mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengamalannya, sedangkan kaum Yahudi tidak memiliki amal dan kaum Nashroni tidak memiliki pengetahuan. Oleh karena itu, kemurkaan bagi kaum Yahudi dan kesesatan bagi kaum Nashroni, karena orang yang mengetahui, tetapi tidak beramal, berarti ia berhak mendapatkan kemurkaan, dan ini berbeda dengan orang-orang yang tidak tahu. Kaum Nashroni menuju kepada suatu perkara, yaitu mengikuti kebenaran, namun mereka tidak benar dalam melakukannya karena tidak sesuai dengan ketentuannya sehingga mereka pun sesat.
Baik Yahudi maupun Nashroni adalah sesat dan dimurkai. Sifat Yahudi paling spesifik adalah kesesatan, sebagaimana Alloh berfirman ihwal mereka,
“ yaitu orang-orang yang dikutukki dan dimurkai Alloh”, (Al-Maidah: 60)
Sifat Nashroni yang sangat spesifik adalah kesesatan, sebagaimana Alloh berfirman:
“dan janganlah kamu mengikutihawa nafsu orang-orang yang sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (al-maidah:77)
Hamid bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, ia berkata,” Saya bertanya kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang “ Bukan (jalan) mereka yang dimurkai...., beliau bersabda, yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya tentang “...bukan (pula jalan) mereka yang sesat.’ Beliau bersabda,” kaum Nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula hadits yang diriwayatkan’.” Beliau bersabda,’ kaum kaum nashroni adalah orang-orang yang sesat.’ Begitu pula hadits yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata,” saya bertanya kepada Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Tentang orang-orang yang dimurkai, beliau bersabda,’ kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang sesat, beliau bersabda,’ kaum Nashroni.[1]
Surat al-fatihah ayat ke-7 ini memberitahukan kepada kita bahwa ada 3 golongan yang berbeda nasib:
1.      Orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka. Merekalah orang yang beruntung karena mereka mempunyai ilmu akan kebenaran dan pengamalannya dari ilmu tersebut.
2.      Orang Yahudi, mereka adalah orang yang mempunyai ilmu tetapi tidak beramal dengannya sehingga mereka berhak mendapat murka Alloh.
3.      Orang Nashroni, mereka adalah orang yang tidak mempunyai ilmu tetapi mereka beramal tanpa ilmu, sehingga mereka diklaim sebagi orang yang sesat bahkan bias menyesatkan orang lain.
Bertumpu pada hal tersebut maka seyogianya kita sebagai seorang Muslim untuk mengikuti langkah orang yang telah dianugerahkan nikmat kepada mereka, karena mereka mempunyai ilmu dan beramal dengan ilmu tersebut. Bukan orang Yahudi karena mereka punya ilmu tetapi tidak diamalkan. Ungkapan inilah yang memberitahukan kita akan pentingnya mengamalkan ilmu, agar kita tidak seperti orang Yahudi yang mendapat murka Alloh.

2.      Qur’an Surat At-Taubah ayat 122
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Ayat ini merupakan penjelasan dari Alloh Ta’ala bagi berbagai golongan penduduk Arab yang hendak berangkat bersama Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam ke perang Tabuk. Sesungguhnya , ada segolongan ulama salaf yang berpendapat bahwa setiap muslim wajib berangkat untuk berperang, apabila Rasululloh pun berangkat. Oleh karena itu, Alloh Ta’ala berfiraman,” Maka, pergilah kamu semua dengan ringan maupun berat.” (At-Taubah:41).
Surat at-taubah di atas dinasakh oleh firman Alloh “ tidak sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang arab Badui yang berdiam di sekitar mereka tidak turut menyertai Rasululloh.” (at-taubah;120). Pendapat lain mengatakan: semua golongan dari penduduk Arab yang muslim wajib berangkat perang. Kemudian, dari sekian golongan itu harus ada yang menyertai Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam guna memahami agama lewat wahyu yang diturunkan kepadanya, kemudian mereka dapat memperingatkan kaumnya apabila mereka telah kembali, yaitu ihwal persoalan musuh. Jadi, dalam pasukan itu ada dua kelompok: kelompok yang berjihad dan kelompok yang memperdalam agama melalui Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam.
Sehubungan dengan ayat ini, Al-Aufi meriwayatkan dari dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dari setiap penduduk Arab, ada sekelompok orang yang menemui Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam. Mereka menanyakan kepada beliau berbagai persoalan agama yang mereka kehendaki dan mendalaminya. Mereka berkata,” Wahai Rasululloh , apa yang engkau perintahkan kepada kami yang harus kami lakukan dan bertahukan kepada keluarga kami yang bila kami kembali?” Ibnu Abbas berkata: maka Nabi, menyuruh mereka menaati Rasululloh, menyampaikan berita kepada kaumnya ihwal kewajiban mendirikan sholat dan zakat. Jika golongan ini telah sampai kepada kaumnya, mereka berkata: “ Barangsiapa masuk Islam, maka dia termasuk kelompok kami.” Mereka memberi peringatan sehingga ada seseorang yang berpisah dengan ayah dan ibunya. Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam memberitahukan kaumnya jika mereka telah kembali ke kampung halamannya: memperingtkan dengan neraka dan menggembirakan dengan surga.[2]
Ayat ini menerangkan tentang kewajiban seluruh kaum muslimin arab untuk mengikuti perang bersama Rasululloh. Kemudia dari sekian golongan itu harus ada yang berdiam diri untuk menimba ilmu dari Rasullulloh, kemudian memperingatkan kaumnya perihal musuh. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, bersumber dari Ikrimah, bahwa ketika turun ayat “illa tanfiru yuadzibkum adzaban alima” (Q.S. at-Taubah:39),” ada beberapa orang yang jauh dari kota dan tidak ikut perang karena mereka mengajar kaumnya. Berkatalah kaum munafik ,” celakallah orang-orang di kampong itu karena ada orang-orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama Rasululloh. Maka, turunlah ayat ini yang membenarkan orang-orang yang meninggalkan diri untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya pada kaumnya.
Wajhu dilalah dalam ayat ini adalah kalimat (untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali). Maka jelaslah pentingnya orang yang menuntut ilmu kemudian mengamlakan ilmunya tersebut dengan cara mengajarkannya (memberi peringatan) kepada kaumnya. Sehingga ilmu tersebut bisa berguna bagi dirinya dan orang lain.
3.      Al-Qur’an Surat Al-‘Ashr ayat 3
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ
Artinya: “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Ayat ini menyebutkan tentang kriteria orang-orang yang terbebas dari justifikasi “rugi”. Diantaranya ada dua syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh seorang hamba yakni sebagai berikut:
1.      Iman
Syarat pertama, yaitu beriman kepada Allah swt. Dan keimanan ini tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu.  Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.
2.      Amal
Syarat yang kedua adalah amal. Seorang tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya,  seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya.
Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir  mengungkapkan di dalam tafsirnya:
Dengan demikian Alloh memberikan pengecualian dari kerugian itu kepada orang-orang yang beriman dengan hati mereka, dan mengerjakan amal shaleh dengan anggota tubuh mereka, mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan, dan bersabar atas segala macam cobaan, takdir, serta gangguan-gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang mengamalkan amal ma’ruf dan nahi munkar.[3]
C.    Hadits yang Berkaitan dengan Pentingnya Mengamalkan Ilmu
من يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka Allah akan membuat dia faqih (paham) tentang ilmu agama.”
Abdullah bin Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata “Bagaimana jadinya jika para pembaca sangat banyak, tetapi yang memahaminya sedikit?” Jika seorang mengetahui syariat Alloh, akan tetapi ia tidak mengamalkannya, maka orang seperti itu bukanlah seorang yang fakih (memahami isi agamanya), sekalipun ia hafal dan memahami isi kitab fikih paling besar diluar kepala. Ia hanya dinamakan seorang qori saja. Orang  fakih adalah orang yang mengamalkan ilmunya.[4]
Dalam hadits tersebut memberitahukan kepada kita bahwa orang yang Alloh kehendaki suatu kebaikan maka dia akan difaqihkan dalam agamanya. Wajhu dilalah dalam hadits ini adalah يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ.  Berkenaan dengan hal tersebut ada sebuah perkataan dari Ibnu Mas’ud tentang orang faqih. Ia mengatakan bahwa orang faqih itu adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Dia tidak dikatakan faqih sebelum ia mengamalkan ilmunya, meskipun dia hafal kitab fiqih yang sangat banyak. Dari sinilah kejelasan informasi yang disampaikan oleh Ibnu Mas’ud yang hendak memberitahukan kepada kita tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang telah kita perolah. Sehingga kita menjadi orang yang dikatakan faqih dalam hadits tersebut, bukan seorang Qori yang hanya membaca saja tanpa ada amal yang ia lakukan dari ilmu tersebut.
Dari Abu Musa Rodiyallohu ‘anhu ia berkata: Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda.,” Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa seperti hujan deras yang diurunkan ke bumi. Di antaranya ada tanah yang bagus (subur) yang menyerap air lalu menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan banyak rerumputan. Dan sebagian tanah ada yang keras yang mampu menampung air sehingga bermanfaat untuk semua orang. Sehingga semua orang bisa meminumnya, menyirami tanaman dan bercocok tanam. Ada pula hujan yang ditumpahkan ke bagian tanah yang keras dan kering. Tidak menahan air dan tidak juga menumbuhkan rerumputan. Demikianlah perumpamaan seseorang yang memahami agama Alloh dan memberikan manfaat kepada dirinya sehingga ia mengerti dan mengjarkannya. Dan perumpamaan orang yang tidak mendapatkan semua itu adalah seseorang yang tidak menerima petunjuk Alloh yang aku bawa. (muttafaq alaih)
Tanah akan subur setelah mendapatkan siraman air, begitu pula dengan hati. Hati akan menjadi hidup setelah mendapatkan siraman wahyu.
Wahyu laksana air hujan, akan tetapi seperti yang diumpamakan oleh Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam bahwa lapisan tanah ketika di sirami air hujan terbagi kepada tiga macam.
Pertama, Lapisan tanah yang menyerap air hujan sehingga menumbuhkan banyak tumbuh-tumbuhan yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Kedua, Lapisan tanah yang keras dan kering yang tidak bisa menumbuhkan apa-apa. Akan tetapi lapisan tanah ini mampu menampung air sehingga banyak orang mengambil air minum darinya sampai puas untuk bercocok tanam.
Ketiga, Lapisan tanah yang kering dan menyerap banyak air tetapi tidak menumbuhkan apa-apa. Inilah perumpamaan orang yang memahami agama Alloh Ta’ala sehingga mengerti dan mengajarkannya pada orang lain dan perumpamaan orang yang tidak peduli dengan semua itu.
Lapisan pertama dan kedua diumpamakannya dengan orang-orang yang menerima kebenaran, mereka memahami dan mengajarkannya. Bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Orang-orang seperti mereka ini terbagi kepada dua kelompok:
1.      Sekelompok orang yang mengerti dan memahami serta mengamalkan al-quran dan sunnah kemudian mengajarkannya kepada orang lain.
2.      Sekelompok orang yang hanya mampu menyampaikannya saja. Contohnya seperti orang yang meriwayatkan dan menghafal sebuah hadits, namun tidak memahaminya.
Keempat, sebidang tanah yang tidak berguna sama sekali. Air hujan yang diturunkan tidak berpengaruh baginya sedikitpun. Tidak mampu menampung air dan tidak pula menumbuhkan rerumputan. Merekalah orang-orang yang tidak berguna. Mereka tidak memanfaatkan dan tidak menaruh perhatian terhadap wahyu alloh Ta’ala tetapi justru mendustakan dan menyepelekannya. Merekalah seburuk-buruk manusia.[5]
D.    Hukum Mengamalkan Ilmu dan Ancamannya
Mengamalkan ilmu merupakan suatu kewajiban pokok setiap Muslim. Adapun meninggalkannya memilki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan, hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah.
Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan kekufuran, seperti meninggalkan untuk mengamalkan tauhid. Seseorang mengetahui bahwasanya wajib mentauhidkan Allah dalam ibadah dan tidak boleh berbuat syirik, tetapi dia meninggalkan tauhid ini dengan melakukan perbuatan syirik, Maka dengan demikian dia telah terjatuh dalam kekufuran.
Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan maksiat, seperti melanggar salah satu larangan Allah. Seseorang mengetahui bahwasanya khamr itu diharamkan. Tetapi dia malah meminumnya atau menjualnya. Maka orang ini telah jatuh dalam keharaman dan telah berbuat maksiat.
Meninggalkan beramal dengan ilmu yang merupakan perbuatan makruh, seperti menyelisihi tuntunan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam sebuah tatacara ibadah. Seseorang telah mengetahui bahwasanya Rasulullah melakukan shalat dengan cara tertentu kemudian dia menyelisihinya, maka dengan penyelisihannya itu dia telah jatuh dalam perkara yang makruh.
Meninggalkan beramal dengan ilmu bisa jadi mubah. Seperti tidak mengikuti Rasulullah dalam perkara-perkara yang merupakan kebiasaan Rasulullah yang tidak disunnahkan atau diwajibkan bagi kita untuk menirunya, seperti tatacara berjalan, warna suara dan semisalnya.
Sungguh sangat bagus ucapan Al-Fudhail Bin ‘Iyadh :
(لا يزال العالم جاهلاً حتى يعمل بعلمه فإذا عمل به صار عالماً)
“Seorang ‘alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang alim.”
Ucapan ini mengandung makna yang dalam. Seseorang mempunyai ilmu namun tidak diamalkan maka ia tetap dikatakan jahil (bodoh). Mengapa? Karena tidak ada yang membedakan antara dirinya dengan orang yang jahil (bodoh) jika dia memiliki ilmu tapi dia tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berlimu tidak dikatakan ‘alim / ulama yang tulen kecuali jika ia mengamalkan ilmunya.
لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع،ومنها : وعن علمه ماذا عمل فيه
“Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga ia ditanya tentang empat hal -diantaranya-: tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan darinya.” [Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzy beliau berkata: "hadits hasan shahih.[6]
E.     Analisa Umum Mengenai Urgensi Mengamalkan Ilmu
Setelah kita mengkaji bersama, maka kita dapati betapa urgennya hal ini. Bisa dikatakan sebagai sebuah determinasi yang menyebabkan manusia mendapat kemuliaan yang besar ataukah kehinaan yang sangat rendah.
Adakalanya seorang hamba memperoleh suatu nilai dan kedudukan yang sangat tinggi disisi Robb-Nya karena ilmu yang telah ia amalkan di dalam kehidupannya. Dan adapula seorang hamba yang merugi, tertimbun dalam api penyesalan lantaran tidak mengamalkan ilmunya.
            Maka sebagai tholabul ‘ilm, hendaknya kita harus lebih berhati-hati. Jangan sampai ilmu yang kita dapatkan saat ini kelak akan menjadi sebuah bumerang mengerikan yang menyeret kita ke dalam api neraka. Na’udzu billahi min dzalik

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

1.      Urgensi mengmalkan ilmu
Mengamalkan ilmu merupakan fardhu ‘ain bagi setiap Muslim. Mengingat adanya ancaman-ancaman di dalam al-Qur’an bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya padahal ia mengetahui ilmu tersebut.
2.      Ayat-Ayat yang Menyatakan Pentingnya Mengamalkan Ilmu
a.       Surat Al-Fatihah ayat 7
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ٧
“(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”
b.      Qur’an surat At-Taubah ayat 122
وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
c.       Al-Qur’an surat Al-‘Ashr ayat 3
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
3.      Hukun orang yang tidak mengamalkan ilmu
Meninggalkannya memilki konsekuensi yang beragam, tergantung hukum dari amalan yang ditinggalkan, hukumnya bisa jadi kufur, maksiat, makruh, atau mubah












DAFTAR PUSTAKA
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees, Cet. 1 hal 55.
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004, jilid 8. Hal. 536
Al-Utsaimin, Muhammad bin Sholih, Syarah rhiyadhus sholihin, Jakarta: Darus sunah. Jilid 4 Hal 41
http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-landasan-utama-muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/. Diakses pada tanggal 7 Mei 2014, pkl 21:43

[1] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees, Cet. 1 hal 55.
[2] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani Prees, Cet. 1 hal 485.
[3] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2004, jilid 8. Hal. 536
[4] Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syarah rhiyadhus sholihin, Jakarta: Darus sunah. Jilid 4 Hal 41
[5] Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syarah rhiyadhus sholihin, Jakarta: Darus sunah. Jilid 4 Hal
[6] http://tigalandasanutama.wordpress.com/2011/07/13/penjelasan-kitab-3-landasan-utama-muqoddimah-kewajiban-mengamalkan-ilmu/
http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/pentingnya-mengamalkan-ilmu.html?m=1