Sabtu, 15 Agustus 2015

Makalah Kasus Pelanggaran HAM

Makalah Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia “Marsinah”

BAB I PENDAHULUAN

    Latar Belakang

Hak Asasi Manusia merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya sebagai anugrah Tuhan. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain, kelompok terhadap individu, ataupun sebaliknya.

Memperbincangkan marutnya dinamika hak asasi manusia, khususnya perburuhan selama dekade terakhir nampaknya cukup mengingatkan pada nama ini: Marsinah. Terdapat alasan pasti untuk menghadirkan kembali ingatan tentang orang tersebut: misteri kematiannya yang tidak pernah terungkap hingga sekarang. Tidak pernah diketahui secara pasti oleh siapa ia dianiaya dan dibunuh, kapan dan di mana ia mati pun tak dapat diketahui dengan jelas, apakah pada Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya. Liputan pers, pencarian fakta, penyidikan polisi, pengadilan sekalipun nyatanya belum mampu mengungkap kasusnya secara tuntas dan memuaskan. Kendati hakim telah memvonis siapa yang bersalah dan dihukum, orang tak percaya begitu saja; sementara kunci kematiannya tetap gelap sampai kini, lebih dari satu dasawarsa berselang.

Barangkali memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang menjadi penting di sini, melainkan jalinan citra yang lantas tersaji melalui serangkaian representasi media yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Segenap aktivis menyanjungnya sebagai teladan kaum pejuang buruh. Para aparat pusat dibantu aparat setempat konon merekayasa penyidikan sekaligus membuat skenario pengadilan, termasuk dilibatkannya tersangka palsu dalam rangkaian pengungkapan kasus tersebut. Tak ketinggalan, para aktivis hak asasi manusia menganugerahi Yap Thiam Hien Award  bagi kegigihannya. Termasuk para seniman yang mengabadikannya dalam monumen, patung, lukisan, panggaung teater dan seni rupa instalasi; para feminis mengagungkannya sebagai korban kekerasan terhadap perempuan dan khalayak awam yang prihatin dan simpati memberi sumbangan bagi keluarganya.

Pada aras citra inilah tulisan ini kemudian mengambil pijakan. Mungkin orang tak akan banyak tahu siapa Marsinah seandainya ia tidak dibunuh dan kasusnya tidak gencar diberitakan oleh media massa. Ia tidak hanya dianggap mewakili “nasib malang” jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat berupah rendah, berkondisi kerja buruk sekaligus tak terlindungi hukum. Lebih dari itu, mediasi dan artikulasi pembunuhannya menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian dan sistem peradilan.

Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mulai mengalami kemajuan dalam bidang penegakan HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini, pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita karena semakin egoisnya manusia dalam pemenuhan hak masing-masing. Untuk itulah kami menyusun makalah yang berjudul “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia – Marsinah”, untuk memberikan informasi mengenai apa itu pelanggaran HAM  diikuti seluk beluk kasus Marsinah.

    Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul makalah ini “Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia”, maka masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1.2.1     Apa pengertian pelanggaran HAM ?

1.2.2     Apa saja macam-macam pelanggaran HAM?

1.2.3     Apa contoh pelanggaran HAM di Indonesia?

1.2.4     Bagaimana upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM?

    Tujuan

Tujuan kami mengangkat materi ini tentang kasus hak asasi manusia di Indonesia yaitu :

1.3.1    Untuk mengetahui pengertian pelanggaran HAM.

1.3.2    Untuk mengetahui macam-macam pelanggaran HAM.

1.3.3   Untuk mengetahui contoh pelanggaran HAM di Indonesia.

1.3.4    Mengetahui lebih dalam mengenai terjadinya kasus Marsinah.

1.3.5    Upaya penyelesaian pelanggaran HAM khususnya kasus Marsinah.

    Manfaat

Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penulis dan pembaca.

1.4.1   Manfaat bagi penulis, pengkajian ini memberikan pengetahuan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

1.4.2   Manfaat dari pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian atau referensi tambahan bagi ilmu kenegaraan serta memperkaya informasi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Menurut Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah  setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Dengan demikian pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.

2.2 Klasifikasi Pelanggaran HAM di Indonesia

Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :

  Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :

    Pembunuhan massal (genosida)

Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan.           (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM).

    Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.

  Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :

    Pemukulan
    Penganiayaan
    Pencemaran nama baik
    Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
    Menghilangkan nyawa orang lain

2.3 Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Kasus Marsinah (1993)

Kasus tersebut berawal dari unjuk rasa buruh yang dipicu surat edaran gubernur setempat mengenai penaikan UMR. Namun PT. CPS, perusahaan tempat Marsinah bekerja memilih bergeming. Kondisi ini memicu geram para buruh.

Senin 3 Mei 1993, sebagian besar karyawan PT. CPS berunjuk rasa dengan mogok kerja hingga esok hari. Ternyata menjelang selasa siang, manajemen perusahaan dan pekerja berdialog dan menyepakati perjanjian. Intinya mengenai pengabulan permintaan karyawan dengan membayar upah sesuai UMR. Sampai di sini sepertinya permasalahan antara perusahaan dan pekerja telah beres.

Namun esoknya 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo untuk diminta mengundurkan diri dari CPS. Marsinah marah dan tidak terima, ia berjanji akan menyelesaikan persoalan tersebut ke pengadilan. Beberapa hari kemudian, Marsinah dikabarkan tewas secara tidak wajar. Mayat Marsinah ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecet-lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.

Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian ontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”.

Kasus kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga akhirnya kasusnya kadaluarsa tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang tertuduh dan dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas keamanan dan politik, Negara telah berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan, siap menculik, mengintimidasi dan bahkan menghilangkan secara paksa siapa saja yang berani berteriak atas nama kebebasan menyuarakan aspirasi.

2.4 Faktor Penyebab Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Faktor penyebab dari kasus Marsinah yang pertama adalah perussahaan CPS yang tidak mengikuti himbauan gubernur setempat untuk menaikkan UMR. Walaupun kebijakan kenaikan UMR tersebut sudah dikeluarkan, CPS tetap bergeming. Kondisi ini memicu geram para pekerjanya sehingga menyebabkan mereka melakukan aksi unjuk rasa dan mogok kerja.

Lalu faktor penyebab kedua, adalah manajemen perusahaan CPS yang telah menyepakati perjanjian penaikan UMR namun rupanya diikuti dengan memberhentikan 13 pekerjanya dengan cara mencari-cari kesalahan pasca tuntutan kenaikan UMR. Hal ini menjadikan Marsinah penuh amarah.

Fakor yang lain dapat diuraikan sebagai berikut :

Dari segi ekonomi :

    Terjadi kredit macet
    Jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
    Banyak perusahaan yang tidak dapat membayar hutangnya

Dari segi politik :

    Pemimpian saat itu telah kehilangan kepercayaan dari rakyatnya
    Terjadi kekacauan dan kerusuhan di mana-mana
    Terjadi perpecahan dalam kubu kabinet Soeharto

    Solusi Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Terkait kasus Marsinah, solusi dari pemerintah sendiri, pemerintah semestinya segera mengusut tuntas kasus pembunuhan Marsinah sampai selesai hingga mendapatkan hasil yang nyata, dan menegakkan tiang keadilan dan ketegasan dalam kerapuhan hukum di Indonesia sehingga rakyat dapat kembali mempercayai peranan dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penegakan HAM di Indonesia.

Sementara solusi dari hasil rangkuman kami sekelompok, adalah adanya kepastian hukum dalam menjamin keamanan setiap orang. Setiap orang perlu menghargai hak-haknya sendiri dan hak orang lain.

2.6 Upaya Pemajuan Hak Asasi Manusia di Indonesia

1) Periode tahun 1945 – 1950 Di periode ini, pemikiran HAM masih menekankan pada hak merdeka, hak bebas berserikat, serta hak bebas menyampaikan pendapat. Pemikiran HAM telah mendapat pengakuan secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara, yaitu UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada periode awal kerdekaan ditunjullam dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Di periode ini (1945-1950) memberikan keleluasaan terhadap rakyat untuk mendirikan partai politik sebagaimana yang telah tertera pada Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945 :

    Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur dengan adanya partai-partai tersebut.
    Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsukannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada Januari 1946. Hal ini berkaitan dengan adanya perubahan yang signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer.

2) Periode tahun 1950 – 1959 Periode ini dalam perjalanan, Indonesia dikenal dengan sebutan “Periode Demokrasi Parlementer” dimana pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang membanggakan. Indikator tentang pemikiran HAM pada periode ini mengalami “pasang”, menurut ahli hukum tata negara memiliki 5 aspek :

    Semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing.
    Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi, betul- betul menikmati kebebasannya.
    Pemilu sebagai pilar lain dari demokrasi harus bertanggung jawab dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis.
    Parlemen/dewan perwakilan rakyat sebagai wakil rakyat semakin efektif mengontrol terhadapt kinerja eksekutif.
    Wacana & pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif, sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

3) Periode tahun 1959 – 1966 Pada periode ini, sistem pemerintahan Indonesia adala sistem demokrasi terpimpin diamana kekuasaan terpusat dan berada di tangan presiden. Dalam kaitannya dengan HAM yaitu telah terjadinya sikap restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.

4) Periode tahun 1966 – 1998 Pada awal masa periode ini telah diadakan beberapa seminar tentang HAM. Salah satu seminar dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM, Komisi, dan pengadilan HAM di wilayah Asia. Pada tahun 1968 diadakan Seminar Hukum Nasional II yang merekomendasikan perlunya hak uji materiil guna melindungi HAM. Fungsi dari hak uji materiil itu sendiri dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS XIV/MPRS/1996. Namun, pada tahun 1970-an sampai akhir 1980-an, HAM mengalami kemunduran. Dalam hal ini, upaya masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, dan lain sebagainya. Menjelang periode 1990-an, upaya masyarakat nampaknya memperoleh hasil yang mengesankan karena terjadi pergeseran strategi pemerintahan, dari Represif dan Defensif menjadi Akomodatif. Salah sau sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM yaitu dibentuknya KOMNAS HAM berdasarkan KEPRES Nomor 50 tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993, dimana KOMNAS HAM memiliki tugas:

    Memantau & menyelidiki pelaksanaan HAM & memberi saran serta pendapat kepada pemerintah perihal HAM.
    Membantu pengembangan kondisi-kondisi yang kodusif bagi pelaksanaan HAM sesuai pancasila dan UUD 1945 (termasuk hasil amandemen UUD NKRI 1945), Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM dan deklarasi atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM.

5) Periode tahun 1998 – sekarang Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dnegan pemajuan dan perlindungan HAM. Kemudian, dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di indonesia, serta pengkajian dan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Strategi pada periode ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

    Tahap status penentuan (prescriptive Status) Pada tahap ini telah ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM, seperti UUD 1945, TAP MPR, UU, dan peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
    Tahap penataan aturan secara konsisten ( rule consistent behavior ) Ditandai dengan pemghormatan dan pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan disahkannya sejumlah konvensi HAM. Selain itu juga dirancangkan program “Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM)” pada tanggal 15 Agustus 1998 yang didasarkan kepada :
    Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
    Desiminasi informasi dan pendidikan tentang HAM 3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM 4. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasikan melalui perundang-undangan nasional. Untuk lebih melindungi HAM di Indonesia, pemerintah telah membuat UU HAM No. 39 tahun 1999 serta UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Melalui keputusan Presiden No. 40 tahun 2004, Pemerintah telah mengesahlan RANHAM kedua diamana merupakan kelanjutan RANHAM Indonesia yang pertama tahun 1998-2003. RANHAM disusun untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM di Indinesia dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Sementara menyangkut Kasus Marsinah yang merupakan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, karena merupakan kasus penghilangan seseorang secara paksa. Marsinah adalah tumbal dari apa yang namanya penindasan atas nama stabilitas keamanan dan politik pada zaman Orde Baru. Penindasan kepada Marsinah adalah bentuk ketakutan negara pada sosok-sosok yang berani berjuang dan mengobarkan semangat kebebasan, kesejahteraan dan kesetaraan. Negara menciptakan teror ketakutan kepada siapa saja yang ingin melakukan aksi perlawanan. Negara juga telah mengabaikan kasus ini, membiarkannya menjadi misteri yang tak terpecahkan selama bertahun-bertahun. Ini jelas sebuah anomali dan paradoks jika kita komparasikan dengan tujuan pembentukan dan kewajiban negara ini. Marsinah hanyalah satu dari ribuan potret buruh perempuan di Indonesia yang seringkali harus dihadapkan dengan berbagai persoalan pelik yang mendasar. persoalan kesejahteraan, kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi seolah terus menjadi pekerjaan rumah yang menumpuk bagi pemerintah untuk diselesaikan. Realitas kekinian memperlihatkan bahwa sampai hari ini begitu banyak buruh perempuan di Indonesia yang masih ambil bagian dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Menguak kasus Marsinah berarti harus mengurai banyak benang kusut, benang kusut yang mungkin hanya dapat terurai dari tangan mereka yang benar-benar peduli untuk mengurainya.

3.2 Saran Sebagai makhluk sosial kita selayaknya mampu mempertahankan dan memperjuangkan hak kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga hak orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata lebar-lebar akan kasus Marsinah dan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah sesuatu yang “direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik terang. Padahal keadilan yang tertinggi adalah keadilan terhadap Hak Asasi Manusia.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.omahmunir.com/pages-10-kasus-marsinah.html

http://buser.liputan6.com/read/52757/marsinah-dan-misteri-kematiannya

http://fuad-myers.blogspot.com/2011/11/analisa-kasus-pelanggaran-ham-berat.html

http://sarubanglahaping.blogspot.com/2013/10/analisis-kasus-pembunuhan-marsinah.html

Http://www.Yudhe.Com/8-Kasus-Besar-Yang-Tetap-Menjadi-Misteri-Di-Indonesia/

http://ubpeacemaker.blogspot.com/2011/11/memahami-ham-marsinah-pahlawan-kaum.html

http://abunavis.wordpress.com/2007/12/11/marsinah-dalam-representasi-media-analisis-semiotika-berita-kasus-marsinah-pada-majalah-tempo-1993-1994/

http://hukum.kompasiana.com/2014/05/01/refleksi-21-tahun-kasus-marsinah-650551.html

http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi

http://www.arahjuang.com/2014/05/08/marsinah-dan-perjuangan-buruh-sepanjang-masa/

https://xpectancy.wordpress.com/2014/09/11/makalah-kasus-pelanggaran-ham-di-indonesia-marsinah/