Al Zahrawi lahir pada tahun 936 di
kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat Kordoba di Andalusia
yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di Eropa. Kota Al Zahra
sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd Al rahman Al Nasir III
yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al Zahrawi merupakan
seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia yang bernama Abbas.
Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya dari Madinah yang
pindah ke Andalusia.
Al Zahrawi selain termasyhur sebagai
dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai seorang Muslim yang taat.
Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang penulis dari perpustakaan
Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup bagaikan seorang sufi.
Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya secara cuma-cuma. Dia
sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya. Sebab dia menganggap
melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan bagian dari amal atau
sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta baik budi pekertinya.
Selain membuka praktek pribadi, Al
Zahrawi juga bekerja sebagai dokter pribadi Khalifah Al Hakam II yang
memerintah Kordoba di Andalusia yang merupakan putra dari Kalifah Abdurrahman
III (An-Nasir). Khalifah Al Hakam II sendiri berkuasa dari tahun 961 sampai
tahun 976. Dia melakukan perjanjian damai dengan kerajaan Kristen di Iberia
utara dan menggunakan kondisi yang stabil untuk mengembangkan agrikultur melalui
pembangunan irigasi. Selain itu dia juga meningkatkan perkembangan ekonomi
dengan memperluas jalan dan pembangunan pasar.
Kehebatan Al Zahrawi sebagai seorang
dokter tak dapat diragukan lagi. Salah satu sumbangan pemikiran Al Zahrawi yang
begitu besar bagi kemajuan perkembangan ilmu kedokteran modern adalah
penggunaan gips bagi penderita patah tulang maupun geser tulang agar tulang
yang patah bisa tersambung kembali. Sedangkan tulang yang geser bisa kembali ke
tempatnya semula. Tulang yang patah tersebut digips atau dibalut semacam semen.
Dalam sebuah risalahnya, dia menuliskan, jika terdapat tulang yang bergeser
maka tulang tersebut harus ditarik supaya kembali tempatnya semula. Sedangkan
untuk kasus masalah tulang yang lebih gawat, seperti patah maka harus digips.
Untuk menarik tulang lengan yang
bergeser, Al Zahrawi menganjurkan seorang dokter meminta bantuan dari dua orang
asisten. Kedua asisten tersebut bertugas memegangi pasien dari tarikan.
Kemudian lengan harus diputar ke segala arah setelah lengan yang koyak dibalut
dengan balutan kain panjang atau pembalut yang lebih besar. Sebelum dokter
memutar tulang sendi sang pasian, dokter tersebut harus mengoleskan salep
berminyak ke tangannya. Hal ini juga harus dilakukan oleh para asisten yang
ikut membantunya dalam proses penarikan. Setelah itu dokter menggerakan tulang
sendi pasien dan mendorong tulang tersebut hingga tulang tersebut kembali ke
tempatnya semula.
Setelah tulang lengan yang bergeser
tersebut kembali ke tempat semula, dokter harus melekatkan gips pada bagian
tubuh yang tulangnya tadi sudah dikembalikan. Gips tersebut mengandung obat
penahan darah dan memiliki kemampuan menyerap. Kemudian gips tersebut diolesi
dengan putih telur dan dibalut dengan perban secara ketat. Setelah itu, dengan
menggunakan perban yang diikatkan ke lengan, lengan pasien digantungkan ke
leher selama beberapa hari. Sebab jika lengan tidak digantungkan, maka lengan
terasa sakit karena masih lemah kondisinya.
Sesudah kondisi lengan semakin kuat
dan membaik, maka gantungan lengan ke leher dilepaskan. Jika tulang yang
bergeser itu sudah benar-benar kembali dalam posisi semula dengan baik dan
sudah tidak terasa begitu sakit lagi maka buka semua balutan termasuk gips yang
membalut tangan pasien. Tetapi jika tulang yang bergeser tersebut belum
sepenuhnya pulih atau kembali ke tempat semula secara tepat, maka perban maupun
gips yang membalut lengan pasien harus dibuka. Lalu lengan pasien dibalut lagi
dengan gips dan perban yang baru setelah itu dibiarkan selama beberapa hari
hingga lengan pasien benar-benar sembuh total.
Salah satu karya fenomenal Al
Zahrawi merupakan Kitab Al-Tasrif. Kitab tersebut berisi penyiapan
aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan setelah dilakukannya proses
operasi. Dalam penyiapan obat-obatan itu, dia mengenalkan tehnik sublimasi.
Kitab Al Tasrif sendiri begitu populer dan telah diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa oleh para penulis. Terjemahan Kitab Al Tasrif pernah
diterbitkan pada tahun 1519 dengan judul Liber Theoricae nec non
Practicae Alsaharavii. Salah satu risalah buku tersebut juga diterjemahkan
dalam bahasa Ibrani dan Latin oleh Simone di Genova dan Abraham Indaeus pada
abad ke-13. Salinan Kitab Al Tasrif juga juga diterbitkan di Venice
pada tahun 1471 dengan judul Liber Servitoris. Risalah lain dalam
Kitab Al Tasrif juga diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Gerardo
van Cremona di Toledo pada abad ke-12 dengan judul Liber Alsaharavi di
Cirurgia. Dengan demikian kitab karya Al Zahrawi semakin termasyhur di seluruh
Eropa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya karya Al Zahrawi tersebut bagi
dunia. Kitabnya yang mengandung sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang
digunakan Al Zahrawi ini menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran di berbagai
kampus-kampus.
Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran
yang termasyhur pada zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah dia meninggal,
bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia.
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya masuk dalam kurikulum jurusan
kedokteran di seluruh Eropa. dya/taq
Wallahu’alam bish shawab.
Paris, 31 Agustus 2010.
Vien AM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar